banner 728x250

Lambitu Bukan Anak Haram Republik, Tapi Anak Sah yang Dikhianati Pemkab Bima

Bima, 22 Juli 2025 || Kanal Aspirasi dan Wacana Hukum (Kawah) Ntb – Di tengah upaya rakyat Lambitu memperjuangkan hak atas infrastruktur yang layak, datang satu suara keras dari barisan pemuda yang tak bisa disangkal keberaniannya: Bung Jakariah, pemuda Lambitu yang dikenal sebagai penggugat keras logika kekuasaan dan penjaga marwah gerakan warga.

Dalam wawancara penuh bara, Bung Jakariah menyatakan dengan tegas bahwa fitnah yang dilemparkan ke arah pemuda Lambitu justru menjadi bensin untuk gerakan yang lebih tajam dan lebih gesit.

“Kalian bilang kami hanya cari sensasi, kami hanya belajar kritik, kami gerakan amatiran? Baik. Tapi justru dari ‘amatir-amatir’ inilah lahir tuntutan yang tidak bisa kalian bungkam. Dan kalau kalian pikir fitnah bisa membuat kami diam, maka kalian belum kenal suara yang lahir dari lubang-lubang jalan Lambitu,” ujarnya penuh ledakan.

Bung Jakariah menyeret Bupati Bima Ady Mahyudi dan DPRD Kabupaten Bima ke garis api kritik. Bagi Jakariah, mereka bukan hanya diam mereka aktif menghapus Lambitu dari prioritas anggaran.

“Pemerintah Kabupaten Bima tahu betul bahwa jalan Lambitu sudah hancur 20 tahun. Tapi mereka memilih mengelak, mengabaikan, lalu menyuruh rakyat untuk bersabar. Kami tanya, sabar model apa yang harus kami pakai, kalau setiap musim hujan, mobil ambulans tak bisa masuk dan ibu-ibu harus jalan kaki berjam-jam untuk dapat pelayanan?”

“Kalau kalian masih percaya bahwa jumlah penduduk menentukan harga pembangunan, maka kalian bukan pejabat publik kalian pengelola perhitungan dagang, bukan pemimpin republik!”

Bung Jakariah tegas menolak tunduk pada narasi palsu yang mencederai integritas gerakan:

“Fitnah itu bukan peluru. Fitnah itu adalah ucapan dari orang yang kehabisan cara. Kami tidak akan tunduk. Fitnah hanya memperkuat alasan kami untuk bergerak lebih liar, lebih keras, dan lebih berani!”

“Kalau kalian bilang kami cari uang, maka izinkan kami membongkar transparansi anggaran.

Kalau kalian bilang kami cari tenar, maka izinkan kami memperkenalkan suara Lambitu ke seluruh negeri.

Karena kalau jalan kami rusak, maka suara kami harus lebih tajam daripada retakan di tanah ini.”

“Bupati yang baru lima bulan menjabat, katanya membawa perubahan. Tapi perubahan hanya lahir dari keberanian menyentuh masalah paling lapuk. Dan kalau jalan Lambitu belum disentuh, maka kami hanya melihat perubahan dari warna baliho bukan dari arah kebijakan.”

“DPRD bicara representasi, tapi Lambitu tetap jadi titik samar dalam peta mereka. Mungkin yang diwakili hanya wilayah pemilih potensial, bukan wilayah yang paling butuh anggaran.”

Bung Jakariah menegaskan bahwa gerakan Lambitu bukanlah rombongan pencari pujian. Ia adalah barisan orang-orang yang dipaksa bertahan oleh kegagalan negara.

“Kalian bisa lempar seribu tuduhan, tapi kami punya satu jalan rusak yang lebih jujur dari segala retorika kalian. Kami tidak akan diam. Bahkan kalau fitnah makin bising, kami akan balas dengan lebih banyak suara, lebih banyak data, dan lebih banyak langkah!”

Bung Jakariah mengakhiri dengan satu kalimat yang mencakar nurani:

“Kami pemuda Lambitu tidak lahir untuk digendong kekuasaan. Kami lahir untuk menggugatnya ketika kekuasaan lupa bahwa republik ini dimiliki semua orang bahkan oleh kami yang tinggal di jalan yang sudah hancur sejak kalian sibuk merayakan kemenangan pemilu.”

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *