Bima, 1 Agustus 2025 || Kanal Aspirasi dan Wacana Hukum (Kawah) NTB – Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (PC IMM) Kota Mataram, melalui Kepala Bidang Hikmah, Pendidikan, dan Kajian Kebijakan Publik, Saudara Yogi Setiawan, menyampaikan sejumlah pandangan kritis terkait isu nasional dan kebijakan di tingkat daerah Nusa Tenggara Barat (NTB). Pernyataan ini mencakup seruan untuk menyikapi secara kritis rencana kehadiran Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka di NTB.
Dalam keterangannya, PC IMM Kota Mataram menyuarakan keprihatinan atas polemik publik yang masih bergulir terkait keabsahan ijazah Presiden ke-7 RI, Joko Widodo. Menurut Yogi Setiawan, isu ini telah berkembang menjadi diskursus nasional yang memerlukan klarifikasi secara terbuka dan transparan untuk meredakan keresahan di tengah masyarakat.
“Kami memandang bahwa polemik yang berlarut-larut ini berpotensi menimbulkan kegaduhan. Seorang negarawan semestinya dapat mengambil langkah bijaksana untuk menyelesaikan perdebatan ini agar tidak berkepanjangan,” ujar Yogi.
Sehubungan dengan hal tersebut, PC IMM Kota Mataram menyampaikan beberapa harapan:
- Kepada Presiden Prabowo Subianto: Diharapkan dapat menunjukkan sikap yang tegas, adil, dan bijaksana dalam mengawal proses penyelesaian polemik mengenai ijazah Presiden ke-7 RI.
 - Kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri): Terdapat desakan agar institusi Polri dapat bekerja secara profesional dan imparsial dalam menangani isu yang telah menjadi perhatian publik luas ini.
 
Lebih lanjut, IMM Mataram berpendapat bahwa kehadiran Wakil Presiden di NTB semestinya tidak hanya bersifat seremonial, seperti untuk penutupan kegiatan Fornas, melainkan harus membawa agenda konkret yang menyentuh persoalan-persoalan mendasar di daerah yang memerlukan perhatian serius dari pemerintah pusat.
PC IMM Kota Mataram juga menyoroti kebijakan pemerintah daerah terkait peluncuran program legalisasi tambang rakyat. Sebelumnya, Kapolda NTB Irjen Pol. Hadi Gunawan bersama Gubernur NTB Lalu Muhammad Iqbal telah menyerahkan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) kepada Koperasi Selonong Bukit Lestari dari Sumbawa. Pemerintah daerah menyatakan kebijakan ini sebagai harapan baru untuk praktik pertambangan yang legal dan berpihak pada masyarakat.
Namun, Yogi Setiawan dari PC IMM Mataram menyampaikan pandangan berbeda. Ia menilai bahwa kebijakan tersebut perlu dikaji lebih dalam dampaknya bagi masyarakat luas.
“Kami khawatir legalisasi ini belum tentu menjadi solusi final untuk peningkatan kesejahteraan rakyat NTB. Justru, kami melihat adanya potensi timbulnya kesenjangan sosial baru serta perebutan sumber daya yang pada akhirnya lebih menguntungkan kelompok-kelompok elite tertentu,” jelasnya.
Menurutnya, diperlukan sebuah skema yang lebih komprehensif untuk memastikan bahwa pemanfaatan sumber daya alam benar-benar dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat secara adil dan berkelanjutan.



							
















