banner 728x250

Oknum DPRD Bima Perusak Fasilitas Negara Resmi Diadukan ke Badan Kehormatan DPRD Bima

Bima, 5 Agustus 2025 || Kanal Aspirasi dan Wacana Hukum (Kawah) NTB – Perlawanan hukum terhadap dugaan perusakan aset negara yang melibatkan oknum Anggota DPRD Kabupaten Bima, Nurdin, kini memasuki babak baru yang lebih tajam. Setelah menempuh jalur pidana di kepolisian dan melayangkan pemberitahuan aksi massa, pihak pelapor kini secara resmi membawa kasus ini ke ranah etik internal lembaga dewan.

Pada hari Selasa, 5 Agustus 2025, sekitar pukul 14:00 WITA, pelapor Ahmad Erik, S.H., kembali mendatangi Kantor DPRD Kabupaten Bima. Dengan didampingi oleh perwakilan dari Lembaga Bantuan Hukum Peduli Rakyat Indonesia (LBH-PRI), yakni Bung Ipul dan Bung Muhlis, mereka secara resmi menyerahkan surat pengaduan pelanggaran kode etik. Surat tersebut ditujukan kepada Badan Kehormatan (BK) DPRD Kabupaten Bima untuk segera ditindaklanjuti.

Langkah ini merupakan eskalasi strategis yang ditempuh pelapor dan tim kuasa hukumnya. Ini menunjukkan bahwa perjuangan mereka dilakukan melalui berbagai lini: proses pidana, tekanan publik, dan kini pengujian etika institusional. Pengajuan surat pengaduan ini dilakukan tepat satu hari setelah mereka memasukkan surat pemberitahuan aksi demonstrasi ke Polres Bima Kota.

Ahmad Erik, S.H., menegaskan bahwa semua jalur yang sah secara konstitusional akan ditempuh untuk memastikan kasus ini tidak menguap begitu saja.

“Kami tidak akan memberikan ruang sedikit pun bagi pelaku untuk berkelit. Jalur pidana di kepolisian kita kawal, tekanan publik melalui aksi massa kita siapkan, dan hari ini, jalur kehormatan dewan kita masuki,” tegas Ahmad Erik saat ditemui di depan Kantor DPRD. “Pengaduan ke Badan Kehormatan ini adalah untuk menguji apakah lembaga DPRD masih memiliki martabat dan keberanian untuk menindak anggotanya sendiri yang diduga telah mencoreng nama baik institusi. Jangan sampai BK hanya menjadi tameng pelindung.”

Sementara itu, perwakilan tim LBH-PRI, Bung Muhlis, menjelaskan perbedaan fundamental antara laporan pidana dan pengaduan etik yang mereka ajukan.

“Pengaduan etik ini terpisah namun saling menguatkan dengan laporan pidana. Tindak pidana perusakan adalah ranah kepolisian yang menyangkut hukum positif negara. Sementara pelanggaran kode etik adalah ranah Badan Kehormatan yang menyangkut integritas, moral, dan kepatutan seorang pejabat publik,” jelas Muhlis. “Seorang wakil rakyat terikat pada sumpah jabatan dan etika. Merusak fasilitas negara di kantornya sendiri adalah pelanggaran berat. Kami menantang Badan Kehormatan untuk segera memproses pengaduan ini secara transparan dan tidak masuk angin.”

Dengan diserahkannya surat pengaduan etik ini, tekanan terhadap oknum Anggota DPRD Nurdin kini datang dari tiga penjuru: proses hukum di kepolisian, ancaman mobilisasi massa, dan kini penyelidikan internal di Badan Kehormatan DPRD. Publik menanti sikap tegas dari dua institusi sekaligus, yakni Polres Bima Kota dan pimpinan serta Badan Kehormatan DPRD Kabupaten Bima, dalam menjawab tuntutan penegakan hukum dan etika yang semakin kencang disuarakan.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *