Bima, 8 Agustus 2025 || Kanal Aspirasi dan Wacana Hukum (Kawah) NTB – Tekanan terhadap oknum Anggota DPRD Kabupaten Bima, Nurdin, S.E., semakin menguat dari dua arah. Sehari setelah penyidik kepolisian memeriksa saksi-saksi kunci, Badan Kehormatan (BK) DPRD Kabupaten Bima secara resmi menjatuhkan sanksi etik. Keputusan ini dipastikan setelah BK menggelar audiensi terbuka dengan pihak pelapor pada hari Kamis, 7 Agustus 2025.
Audiensi tersebut dihadiri oleh pelapor Ahmad Erik, S.H., yang didampingi oleh tim dari Lembaga Bantuan Hukum Peduli Rakyat Indonesia (LBH-PRI) yang dipimpin langsung oleh Direkturnya, Imam Muhajir, S.H., M.H. Pertemuan ini menjadi forum konfirmasi atas proses sidang etik yang telah berjalan.
Hasilnya, Badan Kehormatan menyatakan bahwa Nurdin, S.E., dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), telah terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Kode Etik DPRD.
Dua Sanksi Etik Ditetapkan
Berdasarkan hasil Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Badan Kehormatan, yang keputusannya dikonfirmasi dalam audiensi tersebut, ditetapkan dua sanksi etik terhadap Nurdin, yakni:
- Memberikan teguran resmi terhadap Nurdin, S.E., sebagai bentuk sanksi disipliner atas perbuatannya.
 - Mewajibkan Nurdin, S.E., untuk membuat surat pernyataan kesediaan melakukan ganti rugi terhadap semua fasilitas negara yang telah dirusak.
 
Sanksi ini menandai bahwa secara kelembagaan, DPRD Kabupaten Bima telah mengakui adanya pelanggaran etika yang dilakukan oleh salah satu anggotanya.
LBH-PRI: Sanksi Etik Tidak Menghapus Pidana
Meskipun menyambut baik keputusan BK, pihak LBH-PRI menegaskan bahwa selesainya proses etik sama sekali tidak menghentikan proses hukum pidana yang sedang bergulir di Polres Bima Kota.
Direktur LBH-PRI, Imam Muhajir, S.H., M.H., memberikan analisis hukumnya. “Harus dipahami secara jernih oleh publik, sanksi etik dan proses pidana adalah dua jalur hukum yang berbeda dan berjalan secara paralel. Satu tidak dapat menggugurkan yang lain,” tegasnya.
“Sanksi dari Badan Kehormatan adalah penegakan disiplin internal lembaga. Sementara laporan kami di Polres Bima Kota adalah tentang dugaan tindak pidana perusakan barang milik negara yang diatur dalam KUHP. Kewajiban ganti rugi dalam sanksi etik bisa meringankan hukuman, tetapi tidak menghapuskan tindak pidananya itu sendiri,” jelas Imam Muhajir.
Dengan demikian, meskipun benteng pertahanan dari sisi etika kelembagaan telah dijatuhkan sanksi, proses hukum pidana terus berjalan. Nasib Nurdin kini sepenuhnya berada di tangan penyidik Polres Bima Kota yang sehari sebelumnya telah memeriksa tiga saksi mata. Publik akan terus mengawasi apakah proses pidana ini akan berjalan setegas proses etiknya, demi memastikan tidak ada seorang pun yang kebal hukum, sekalipun ia seorang pejabat publik.



							
















