banner 728x250

BOCOR! Ini Risiko Fatal Jika Bupati Simpan Terus LHP Sekda Bima

BIMA, 11 Agustus 2025 || Kawah NTB – Eskalasi polemik Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Sekretaris Daerah (Sekda) Bima telah mencapai puncaknya. Dokumen hasil audit Inspektorat kini secara resmi berada di meja Bupati Bima, Indah Dhamayanti Putri, yang diwakili oleh Wakil Bupati, Ady Mahyudi. Publik kini menanti dengan cermat, bukan sekadar kelanjutan drama politik, melainkan sebuah langkah konkret yang akan menjadi barometer integritas kepemimpinan dalam menegakkan hukum dan memberantas korupsi.

Bola panas yang semula bergulir di ranah internal pemerintahan, kini telah menjadi konsumsi publik dan, yang terpenting, telah memasuki koridor hukum yang menuntut kepastian. Pertanyaannya kini bukan lagi “apa isi LHP tersebut?”, melainkan “kapan LHP itu dilimpahkan ke Aparat Penegak Hukum (APH)?”

Dari Alat Politik Menuju Instrumen Hukum

Berbagai kalangan, termasuk pegiat hukum dan masyarakat sipil, menyuarakan satu gagasan krusial: Bupati Bima tidak boleh menyandera LHP tersebut sebagai alat tawar-menawar politik atau sekadar ‘senjata’ untuk menjatuhkan posisi Sekda. Tindakan menyimpan data LHP tanpa tindak lanjut hukum yang jelas dinilai sebagai langkah kontraproduktif yang justru dapat merusak tatanan pemerintahan dan mencederai rasa keadilan publik.

“Jika Bupati Ady Mahyudi serius dengan komitmennya untuk menciptakan pemerintahan yang bersih, maka tidak ada pilihan lain. Berkas itu harus segera dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Bima,” ujar seorang pengamat hukum lokal. “Menjadikan LHP sebagai ‘kartu truf’ politik untuk menekan Sekda adalah sebuah praktik usang yang harus ditinggalkan. Penegakan hukum tidak bisa didasarkan pada kalkulasi untung-rugi politik.”

Langkah pelimpahan berkas ke APH dipandang sebagai satu-satunya jalan yang konstitusional dan elegan. Ini adalah pembuktian bahwa tujuan utamanya adalah supremasi hukum, bukan sekadar eliminasi lawan politik. Dengan menyerahkannya kepada kejaksaan, Pemerintah Kabupaten Bima menunjukkan sikap ksatria dan menempatkan kepercayaan penuh pada proses yuridis, di mana semua pihak setara di hadapan hukum.

Kewajiban Hukum di Atas Kepentingan Personal

Secara hukum, posisi Bupati Ady Mahyudi saat ini sangat jelas. Sebagai kepala daerah yang menerima laporan resmi mengenai adanya dugaan perbuatan melawan hukum yang berpotensi merugikan negara, ia memiliki kewajiban hukum untuk meneruskannya. Menahan laporan tersebut dapat membuka celah interpretasi hukum yang berbahaya, termasuk potensi tuduhan obstruction of justice atau menghalang-halangi penegakan hukum.

“Tugas Bupati bukanlah menjadi hakim atas LHP tersebut. Tugasnya adalah memastikan laporan indikasi pelanggaran itu diuji secara materiil oleh lembaga yang berwenang, yaitu kejaksaan atau kepolisian,” tambah pengamat tersebut. “Setiap hari penundaan hanya akan menggerus kepercayaan publik dan melahirkan spekulasi liar bahwa ada upaya negosiasi di ruang gelap.”

Seluruh mata kini tertuju pada Bupati Bima Ady Mahyudi. Keputusannya dalam beberapa hari ke depan akan menjadi warisan kepemimpinannya. Apakah ia akan memilih jalan sunyi politik yang berisiko, atau mengambil langkah tegas yang akan dicatat sejarah sebagai momen penegakan supremasi hukum tanpa pandang bulu di Kabupaten Bima. Publik menunggu bukti, bukan wacana.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *