banner 728x250

Rangkap Jabatan Istri Bupati Bima: Mengapa di Anggap Sangat Berbahaya? 

BIMA, 15 Agustus 2025 || Kawah NTB – Polemik mengenai posisi ganda yang dipegang Istri Bupati Bima sekaligus Wakil Ketua II DPRD, Murni Suciyanti, semakin menjadi sorotan publik. Lembaga Bantuan Hukum Peduli Rakyat Indonesia (LBH-PRI) membeberkan bukti konkret yang menunjukkan adanya dampak serius dari rangkap jabatan tersebut, yakni lonjakan anggaran PKK dari Rp 500 juta menjadi Rp 1,5 Miliar.

Agar kita dapat memahami mengapa situasi ini sangat bermasalah dan berbahaya, mari kita gunakan logika sederhana.

Satu Orang Tak Boleh Jadi Pengaju dan Pengabul Permintaan Uang Rakyat

Bayangkan Anda memiliki dua peran di sebuah rumah. Peran pertama adalah sebagai anak yang meminta uang jajan. Peran kedua adalah sebagai orang tua yang memegang dompet dan menyetujui uang jajan tersebut.

Jika satu orang yang sama memegang kedua peran ini, apa yang akan terjadi? Tentu saja, ia akan dengan mudah menyetujui permintaan uang jajan sebesar apa pun untuk dirinya sendiri, tanpa ada yang mengawasi atau mempertanyakan kewajarannya.

Inilah gambaran sederhana dari rangkap jabatan yang terjadi.

Sebagai Ketua TP-PKK (Pihak yang Mengajukan Anggaran): Dalam posisi ini, Murni Suciyanti bertugas merancang program kerja dan tentu saja, mengajukan proposal anggaran kepada pemerintah dan DPRD untuk mendanai program-program tersebut. Wajar jika ia ingin anggaran untuk organisasinya sebesar mungkin.

Sebagai Wakil Ketua DPRD (Pihak yang Menyetujui Anggaran): Dalam posisi ini, tugas utamanya adalah mengawasi pemerintah dan mengetuk palu persetujuan untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Ia adalah salah satu “penjaga gerbang” uang rakyat, yang seharusnya memastikan setiap rupiah dialokasikan secara adil dan sesuai kebutuhan masyarakat luas, bukan hanya satu organisasi.

“Secara hukum dan etika, ini haram hukumnya. Satu orang tidak boleh duduk di dua kursi yang saling berhadapan. Ia tidak bisa menjadi pihak yang meminta sekaligus pihak yang memberi persetujuan, apalagi jika menyangkut uang rakyat,” tegas Direktur LBH-PRI, Imam Muhajir. “Ini menciptakan konflik kepentingan yang nyata dan tak terbantahkan.”

Bukti Nyata: Anggaran PKK Meledak 200%

Logika sederhana di atas terbukti dengan angka. Sebelum Murni Suciyanti aktif di dua posisi strategis ini, anggaran PKK berada di angka wajar, yaitu Rp 500 juta. Namun, setelah ia menjabat sebagai pimpinan DPRD sekaligus Ketua PKK, anggaran tersebut meroket drastis menjadi Rp 1,5 Miliar.

“Kenaikan 200% atau tiga kali lipat ini bukanlah kebetulan. Ini adalah buah dari kekuasaan ganda. Siapa yang berani menolak atau mengkritisi usulan anggaran dari PKK, jika pimpinan organisasinya adalah pimpinan DPRD itu sendiri? Pengawasan menjadi lumpuh,” jelas Imam Muhajir.

Pertanyaan mendasar untuk publik adalah:

Apakah kenaikan fantastis itu karena kebutuhan program PKK yang mendadak melonjak, atau karena pimpinannya punya kuasa untuk meloloskan anggaran di DPRD?

Apakah tidak ada pos anggaran lain yang lebih mendesak untuk rakyat, seperti perbaikan jalan, air bersih, atau bantuan untuk warga miskin?

Amanah Rakyat Dikorbankan

Rangkap jabatan ini pada dasarnya mencederai prinsip dasar demokrasi, yaitu checks and balances (saling mengawasi). DPRD seharusnya menjadi pengawas eksekutif (pemerintah dan organisasinya), bukan malah menjadi bagian darinya.

LBH-PRI mendesak agar Badan Kehormatan (BK) DPRD Kabupaten Bima tidak ragu lagi untuk memproses pelanggaran etika berat ini. “Ini bukan lagi soal politik, tapi soal menjaga kewarasan dalam bernegara dan melindungi uang rakyat. Jika dibiarkan, maka kepercayaan publik terhadap lembaga terhormat seperti DPRD akan hancur,” tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *