banner 728x250

Politik Hukum Keluarga: Studi Kasus Murni Suciyanti dan Seni Mengubah DPRD Menjadi Stempel TP-PKK

BIMA, 18 Agustus 2025 || Kawah NTB – Kabupaten Bima kini menyajikan sebuah laboratorium politik hukum yang langka sekaligus mengkhawatirkan bagi para akademisi dan praktisi demokrasi. Aktor utamanya, Istri Bupati Bima, Murni Suciyanti, tampil sebagai seorang maestro yang dengan gemilang mendemonstrasikan cara mengamputasi prinsip fundamental Trias Politica demi efisiensi kekuasaan. Hasil dari eksperimen beraninya: anggaran fantastis Rp 1,5 Miliar untuk TP-PKK, sebuah organisasi yang ia pimpin sendiri, yang disetujui oleh lembaga legislatif yang ia wakili sendiri.

Trias Politica Inc.: Ketika Negara Dikelola Layaknya Perusahaan Keluarga

Secara teoretis, pilar demokrasi modern berdiri di atas pemisahan kekuasaan: Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif. Namun, di Bima, Murni Suciyanti tampaknya telah mendirikan sebuah entitas baru yang lebih efisien: Trias Politica Inc. Dalam korporasi keluarga ini, ia secara simultan memegang tiga “jabatan direksi”: representasi Eksekutif (sebagai Istri Bupati), kuasa Legislatif (sebagai Wakil Ketua DPRD), dan CEO program (sebagai Ketua TP-PKK).

Hasilnya adalah sebuah model pemerintahan vertikal yang sempurna. Fungsi pengawasan (checks and balances), yang merupakan jiwa dari lembaga perwakilan, secara de facto telah mati suri. DPRD tidak lagi berfungsi sebagai anjing penjaga (watchdog) anggaran, melainkan telah dijinakkan menjadi pudel peliharaan yang setia pada agenda tuannya. Ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap kontrak sosial antara pemilih dan yang dipilih.

Konflik Kepentingan Sebagai Sebuah Karya Seni Pemerintahan

Apa yang dipertontonkan di Bima adalah praktik konflik kepentingan (conflict of interest) yang begitu telanjang hingga nyaris menjadi sebuah karya seni. Bayangkan sebuah rapat anggaran: di satu sisi meja duduk Murni Suciyanti (Ketua TP-PKK) yang mengusulkan kenaikan anggaran fantastis. Di sisi lain meja, duduk pula Murni Suciyanti (Wakil Ketua DPRD) yang mengetuk palu persetujuan.

Ini adalah puncak dari tata kelola yang autistik sebuah sistem yang hanya berbicara, berdebat, dan setuju dengan dirinya sendiri. Pertanyaan kritis dari anggota dewan lain seolah menjadi sunyi, tenggelam oleh gravitasi kekuasaan yang terpusat pada satu individu. Ini bukan lagi soal etika, ini adalah patologi dalam tubuh pemerintahan.

Dana Taktis Keluarga Berkedok Anggaran Publik

Dari perspektif politik hukum, alokasi Rp 1,5 Miliar ini sulit untuk dilihat sebagai dana program kerakyatan. Ia lebih menyerupai “dana taktis keluarga” yang dilegalisasi melalui APBD. Kenaikan Rp 1 Miliar dari tahun sebelumnya adalah opportunity cost biaya kesempatan yang harus ditanggung oleh rakyat Bima.

Dana sebesar itu bukanlah angka abstrak. Itu adalah nilai dari jalan desa yang batal diaspal, ruang kelas rusak yang urung diperbaiki, dan modal UMKM yang gagal disalurkan. Sementara elite politik merayakan kemenangan anggaran untuk agenda organisasinya, rakyat biasa dipaksa “menggigit jari”, menonton hak-hak dasar mereka dikonversi menjadi program seremonial yang lebih melayani citra penguasa daripada kebutuhan nyata warga.

Delegitimasi Institusi dan Panggilan untuk Audit Investigatif

Ancaman terbesar dari manuver ini bukanlah sekadar kemarahan publik. Ancaman sesungguhnya adalah delegitimasi permanen terhadap institusi DPRD Kabupaten Bima. Jika Badan Kehormatan Dewan terbukti ompong dan gagal memproses pelanggaran etika yang kasat mata ini, maka seluruh 2,2 juta penduduk Bima punya alasan kuat untuk memandang DPRD hanya sebagai stempel karet dinasti.

Langkah ini secara tidak langsung adalah sebuah undangan terbuka bagi lembaga audit negara dan aparat penegak hukum di tingkat yang lebih tinggi untuk turun tangan. Publik kini menunggu, apakah para teoretisi di Jakarta berani menjadikan Bima sebagai studi kasus nyata tentang matinya demokrasi, atau mereka akan ikut-ikutan “menggigit jari” seperti rakyatnya?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *