BIMA, 20 Agustus 2025 || Kawah NTB – Drama hukum yang dipertontonkan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Raba Bima dalam penanganan kasus bandar narkoba kelas kakap, Nuriflidah alias NR, telah memicu reaksi keras. Lembaga Bantuan Hukum Peduli Rakyat Indonesia (LBH-PRI) secara resmi menyatakan tidak akan lagi mentolerir dugaan praktik lancung yang mengubah institusi penegak hukum menjadi tameng bagi penjahat.
Melalui rilis resminya, LBH-PRI mengeluarkan ultimatum yuridis kepada Kejari Bima: segera hentikan modus operandi bolak-balik berkas P19 yang terindikasi kuat sebagai strategi untuk melindungi NR, atau LBH-PRI akan mengambil langkah eskalasi politik dengan mengajukan permohonan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bima.
Ultimatum Terbuka: Jangan Jadi Konsultan Hukum Bandar Narkoba
Ketua LBH-PRI, Imam Muhajir, menegaskan bahwa kesabaran publik telah habis. Permainan P19 yang berulang kali dengan alasan yang sama meminta pengakuan tersangka yang notabene adalah hak ingkar bukan lagi sekadar cacat prosedur, melainkan sebuah desain intelektual untuk menggagalkan penegakan hukum.
“Kami sampaikan ultimatum ini secara terbuka kepada Kepala Kejaksaan Negeri Bima. Jangan coba-coba melindungi penjahat narkoba melalui akal-akalan P19,” tegas Imam Muhajir. “Prosedur P19 adalah alat untuk menyempurnakan pembuktian, bukan senjata untuk meloloskan pelaku kejahatan. Ketika alat ini digunakan secara repetitif dan irasional hingga masa tahanan tersangka habis, maka ini bukan lagi penegakan hukum, ini adalah obstruction of justice yang dilembagakan.”
LBH-PRI memandang Kejari Bima telah gagal total dalam menjalankan fungsi dominus litis (pengendali perkara) dan justru bertindak seolah-olah menjadi “konsultan hukum” bagi tersangka, dengan memberikan celah dan waktu hingga kebebasan formal tercapai demi hukum.
Analisis Hukum LBH-PRI: P19 Sebagai Instrumen Kejahatan Prosedural
Secara hukum, LBH-PRI menguraikan bahwa tindakan oknum JPU dalam kasus NR dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang prosedural (procedural abuse of power).
* Manipulasi Tenggat Waktu: Dalih P19 digunakan sebagai alat untuk mengulur waktu secara sengaja, dengan tujuan utama menghabiskan batas waktu penahanan 120 hari. Ini adalah strategi membakar waktu yang presisi, di mana hasil akhirnya kebebasan tersangka sudah dirancang sejak awal.
* Penciptaan Cacat Formil Artifisial: Alasan penolakan berkas yang mengada-ada, seperti menuntut pengakuan, adalah upaya menciptakan cacat formil yang artifisial. Ini menunjukkan niat buruk (mens rea) untuk tidak melanjutkan perkara ke pengadilan, bertentangan dengan asas peradilan yang cepat, sederhana, dan berbiaya ringan.
* Negasi terhadap Bukti Awal: Fakta bahwa hakim telah menyetujui penahanan selama berbulan-bulan menunjukkan adanya bukti permulaan yang lebih dari cukup. Sikap JPU yang secara konsisten menolak berkas adalah sebuah anomali hukum yang menentang logika dan menafikan penetapan hakim sebelumnya.
“Kejari Bima seolah ingin berkata kepada publik: ‘Bukti yang cukup untuk memenjarakan seseorang selama 120 hari, bagi kami tidak cukup untuk membawanya ke sidang’. Ini adalah penghinaan terhadap akal sehat dan supremasi hukum,” tambah Imam.
Eskalasi ke DPRD: Membuka Kotak Pandora Penegakan Hukum
Jika ultimatum ini diabaikan, LBH-PRI tidak akan ragu membawa pertarungan ini ke ranah politik pengawasan.
“Jika jalur yuridis buntu karena institusinya sendiri yang bermain, maka kami akan menempuh jalur politik,” ancam Imam Muhajir. “Kami akan secara resmi mengajukan surat permohonan Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi I DPRD Bima. Kami akan meminta DPRD memanggil Kajari Bima untuk menjelaskan secara transparan di hadapan wakil rakyat mengapa mereka lebih memilih membebaskan bandar narkoba daripada menegakkan hukum. Biarkan publik Bima melihat dan menilai sendiri kinerja institusi yang mereka biayai lewat pajak.”
Langkah ini bertujuan untuk melakukan audit publik terhadap kinerja Kejari Bima dan membongkar dugaan adanya “firma hukum bayangan” yang beroperasi di balik jubah korps Adhyaksa. LBH-PRI menegaskan, perang melawan narkoba adalah amanat negara, dan setiap oknum yang berkhianat harus disingkirkan tanpa ampun.






































