banner 728x250

Kursi Nurdin di DPRD Bima Goyang: Legitimasi Runtuh, Mundur Jadi Satu-Satunya Jalan Terhormat

BIMA, 23 Agustus 2025 || Kawah NTB – Panggung politik DPRD Kabupaten Bima secara resmi memiliki martir baru. Bukan seorang politisi yang gugur karena membela gagasan, melainkan sebuah meja kayu, aset negara yang dibeli dari pajak rakyat, yang kini hancur lebur di tangan Nurdin dari Fraksi PKB. Insiden yang terjadi pada sidang paripurna kemarin bukan lagi sekadar amukan sesaat; ia adalah sebuah penanda zaman, sebuah prasasti yang mengukir nama Nurdin sebagai simbol final dari kematian nalar di ruang terhormat.

Publik kini tidak lagi bertanya apa argumen yang coba Nurdin sampaikan. Pertanyaan itu telah menjadi usang dan tidak relevan. Pertanyaan baru yang menggema di seluruh penjuru Bima jauh lebih fundamental: Atas dasar apa seorang individu yang menyelesaikan kebuntuan dialog dengan agresi fisik masih pantas menyandang titel “Yang Terhormat” dan menduduki kursi legislatif?

Dari Legislator Menjadi Gladiator: Sebuah Devolusi Politik yang Memalukan

Mari kita sebut saja apa adanya: apa yang dipertontonkan Nurdin adalah sebuah spektakel kekerdilan intelektual. Di saat para negarawan bertukar argumen tajam setajam silet, Nurdin memilih untuk bertukar peran menjadi seorang gladiator yang tersesat di colosseum yang salah. Ia mungkin berpikir unjuk kekuatan otot akan memberinya poin, namun yang ia dapatkan justru adalah devaluasi total atas mandat yang diembannya.

Jabatan sebagai anggota dewan adalah kontrak untuk menjadi wakil pikiran rakyat, bukan wakil kekuatan fisik segelintir orang. Masyarakat Bima menitipkan amanah pada otaknya, bukan pada bisepnya. Ketika otak itu ternyata gagal berfungsi dan digantikan oleh amarah primitif, maka secara otomatis kontrak sosial itu telah ia khianati dan batalkan sendiri. Meja yang hancur itu, Tuan Nurdin, harganya mungkin bisa dihitung. Namun, kepercayaan publik yang Anda hancurkan bersamanya, itu tak ternilai dan tak tergantikan.

Surat Terbuka untuk Sang ‘Intelektual Otot’

Secara khusus untuk Anda, Nurdin. Saat ini, Anda dihadapkan pada cermin retak yang menampilkan citra diri Anda yang sesungguhnya. Ngeyel dan mempertahankan jabatan secara membabi buta setelah aib ini bukanlah tanda kekuatan; itu adalah manifestasi dari ketakutan dan keengganan untuk bertanggung jawab.

Mundur secara terhormat dari kursi yang telah Anda cederai martabatnya adalah satu-satunya tindakan ksatria yang tersisa. Itu akan menjadi pengakuan bukan kekalahan bahwa Anda menyadari panggung ini memiliki standar yang gagal Anda penuhi. Itu akan menunjukkan bahwa Anda masih memiliki sisa-sisa kehormatan untuk tidak menyandera sebuah institusi hanya demi ego pribadi. Rakyat Bima butuh legislator yang solutif, yang beradu gagasan hingga larut malam, bukan yang menyelesaikan masalah dengan merusak inventaris kantor dalam hitungan detik. Jabatan itu bukan properti pribadi, itu adalah amanah suci yang kini berlumuran serpihan kayu dan rasa malu.

PKB di Ujung Tanduk: Amputasi Borok Ini atau Biarkan Partai Ikut Busuk

Bola panas ini kini membakar telapak tangan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Diamnya PKB adalah musik merdu di telinga para perusak demokrasi. Sanksi basa-basi hanya akan menjadi lelucon yang ditertawakan publik. Pilihan bagi PKB sangatlah jelas dan tidak bisa ditawar lagi: segera proses Pergantian Antar Waktu (PAW) untuk Nurdin, atau saksikan bagaimana publik memberi label permanen pada PKB sebagai partai yang menaungi dan melindungi perilaku premanisme dalam politik.

Setiap jam Nurdin masih berstatus sebagai anggota dewan dari fraksi PKB adalah persetujuan diam-diam partai terhadap vandalisme politik. Ini bukan lagi soal menjaga soliditas kader, ini soal menjaga kewarasan dan marwah demokrasi. Amputasi sel rusak ini sekarang, atau biarkan borok itu menjalar, menginfeksi, dan pada akhirnya membuat seluruh tubuh partai membusuk dari dalam.

Panggung demokrasi ini terlalu mahal untuk dipertaruhkan hanya untuk melindungi satu orang yang telah dengan sadar memilih jalan kehancuran. Untuk Nurdin, ultimatumnya jelas: turun tahta dengan sisa kehormatan, atau sejarah akan menyeret Anda turun sebagai catatan kaki paling memalukan dalam babad politik Bima. Panggung ini untuk otak, bukan otot. Kembalikan mandat itu kepada yang berhak. Segera.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *