banner 728x250

Begini Etika Politiknya: Nurdin, Panggung Paripurna DPRD Bima Bukan Arena Preman Pasar, Saatnya Anda Mundur!

BIMA, 25 Agustus 2025 || Kawah NTB – Panggung terhormat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bima telah terperosok ke titik nadir peradaban. Nalar sehat dan kehormatan institusi dibanting ke lantai oleh salah seorang anggotanya, Nurdin dari Fraksi PKB, yang memilih untuk berkomunikasi dengan bahasa kekerasan ala preman pasar: menghancurkan meja, sebuah aset negara yang dibeli dengan keringat rakyat.

Tindakan ini bukan sekadar insiden memalukan, melainkan sebuah deklarasi kematian etika politik dari seorang yang menyandang gelar “Yang Terhormat”. Ketika lidah tak lagi fasih merangkai argumen, dan otak tak sanggup lagi berdialektika, maka tangan pun menjadi palu godam. Nurdin telah mempertontonkan dengan gamblang bahwa di dalam benaknya, ruang sidang paripurna tidak lebih dari sekadar terminal, tempat di mana perbedaan pendapat diselesaikan dengan unjuk kekuatan fisik, bukan kekuatan gagasan.

Tuan Nurdin, Mundur Adalah Satu-Satunya Jalan Kehormatan

Mari kita bicara tentang etika politik, sebuah konsep yang tampaknya asing bagi Anda. Etika politik menuntut seorang pejabat publik untuk memikul tanggung jawab moral atas setiap tindakannya, terutama ketika tindakan itu mencederai kepercayaan publik dan merendahkan martabat lembaga yang diwakilinya.

Tindakan Anda menghancurkan fasilitas negara adalah manifestasi dari arogansi kekuasaan yang telanjang. Itu adalah pengkhianatan brutal terhadap sumpah jabatan Anda untuk menjaga kehormatan lembaga legislatif. Dalam kamus etika politik, kesalahan fatal semacam ini tidak bisa ditebus hanya dengan permintaan maaf basa-basi atau sanksi administratif ringan. Ini adalah luka menganga pada wajah demokrasi di Bima.

Satu-satunya cara untuk membuktikan bahwa Anda masih memiliki sisa-sisa kehormatan dan secuil pemahaman tentang etika politik adalah dengan mengundurkan diri secara sukarela. Mundur bukanlah tanda kelemahan, melainkan pengakuan kesatria atas kegagalan Anda dalam memegang amanah. Itu adalah satu-satunya jalan penebusan marwah, baik bagi diri Anda, partai Anda, maupun institusi DPRD yang telah Anda nodai.

Pilihan di Tangan Anda: Negarawan atau Selamanya Dikenang Sebagai Perusak?

Jika Anda memilih untuk bertahan di kursi empuk itu, bersembunyi di balik kekebalan politik atau pembelaan partai, maka Anda secara sadar mendeklarasikan kepada seluruh rakyat Bima bahwa Anda tidak memiliki etika politik. Anda akan selamanya tercatat dalam sejarah lokal bukan sebagai legislator, melainkan sebagai perusak. Gelar “Yang Terhormat” yang melekat pada nama Anda kini terdengar seperti sebuah lelucon satir yang paling pahit.

Keengganan untuk mundur hanya akan menjadi konfirmasi final bahwa bagi Anda, kursi dewan hanyalah singgasana kekuasaan, bukan mimbar pengabdian. Ini akan membuktikan bahwa mentalitas yang Anda bawa ke dalam gedung dewan adalah mentalitas kekuasaan otot, bukan pelayanan rakyat.

Publik Bima menanti sikap Anda. Apakah Anda akan menunjukkan kebesaran jiwa dengan mengakui bahwa Anda tidak lagi layak mewakili mereka? Ataukah Anda akan terus mencengkeram jabatan itu, sambil membiarkan citra DPRD Kabupaten Bima terus membusuk akibat ulah Anda?

Panggung ini terlalu suci untuk diisi oleh aktor yang memilih kekerasan sebagai klimaks dari dramanya. Rakyat tidak memilih seorang gladiator untuk beradu fisik, mereka memilih seorang wakil untuk beradu gagasan. Jika Anda tidak mampu melakukannya, maka pintu keluar adalah jalan yang paling terhormat. Mundurlah, sebelum rakyat yang “memundurkan” Anda melalui hilangnya kepercayaan secara permanen.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *