banner 728x250

BK Main Petak Umpet Hindari RDP: UU MD3 Jadi Tameng Kekuasaan Istri Bupati?

BIMA, 18 Agustus 2025 || Kawah NTB – Lima hari telah berlalu, dan panggung DPRD Kabupaten Bima kini mempertontonkan sebuah drama komedi yang sama sekali tidak lucu: “Petak Umpet Badan Kehormatan”. Surat resmi dari Lembaga Bantuan Hukum Peduli Rakyat Indonesia (LBH-PRI) yang menuntut Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait dugaan pelanggaran konstitusi oleh Wakil Ketua II DPRD, Murni Suciyanti, seolah lenyap ditelan kebisuan. Hingga hari ini, Senin (18/8), tidak ada satu pun kepastian jadwal, sebuah manuver politik pragmatis yang telanjang dan mudah dibaca: Badan Kehormatan (BK) diduga kuat sedang sibuk menjadi bodyguard, bukan penjaga martabat.

Laporan LBH-PRI yang dilayangkan pada 13 Agustus lalu sejatinya adalah “surat sakti” yang menguji nyali BK. Di dalamnya, terpapar jelas dugaan Murni Suciyanti menabrak Pasal 236 UU MD3 karena merangkap jabatan sebagai pimpinan DPRD sekaligus Ketua TP-PKK yang anggarannya bersumber dari APBD. Sanksinya pun tak main-main: pemberhentian.

Namun, logika hukum yang lurus itu tampaknya membentur “Benteng Kekuasaan”. Murni Suciyanti bukan sekadar anggota dewan biasa; ia adalah istri Bupati Bima, sebuah fakta politik yang mengubah peta permainan. Dalam kalkulasi politik pragmatis, memproses Murni Suciyanti adalah sebuah langkah bunuh diri politik. Ini bukan lagi soal benar atau salah, tapi soal siapa yang punya kuasa.

“Sikap diam BK ini adalah taktik licik paling kuno dalam buku politik: ulur waktu sampai publik lupa,” sindir Direktur LBH-PRI, Imam Muhajir. “Mereka berharap isu ini akan menguap dengan sendirinya. Ini adalah penghinaan tidak hanya kepada kami sebagai pelapor, tetapi juga kepada akal sehat dan supremasi hukum.”

Taktik “mengendapkan surat” ini menunjukkan bahwa BK lebih memilih loyalitas korps dan menjaga harmoni semu di lingkaran kekuasaan daripada menegakkan aturan yang mereka buat sendiri. Mereka sedang mempertontonkan sebuah adagium kelam yang selama ini hanya menjadi bisik-bisik:

“Kalau kejahatan sudah menyatu dengan kekuasaan, maka para penjahat punya kecenderungan untuk bersembunyi dalam ketiak kekuasaan hingga akhirnya hukum pun akan mengalami kelumpuhan berhadapan dengannya.”

Saat ini, hukum di Bima tampak lumpuh. Jubah kehormatan yang dikenakan oleh anggota BK seolah hanya menjadi kostum dalam sandiwara. Mereka lupa bahwa tugas mereka adalah membersihkan institusi dari pelanggaran, bukan menyediakan karpet merah bagi mereka yang kebetulan berkerabat dengan episentrum kekuasaan eksekutif.

Publik kini tidak lagi bertanya apakah BK akan memproses laporan ini, melainkan bertanya: Untuk apa Badan Kehormatan ada jika kehormatan yang dijaga hanyalah kehormatan segelintir elite?

Setiap detik penundaan RDP adalah bukti tambahan bahwa DPRD Bima sedang dalam krisis integritas akut. Jika dalam beberapa hari ke depan kebisuan ini terus berlanjut, maka jelas sudah bahwa Badan Kehormatan telah bermetamorfosis menjadi Badan Kompromi Kekuasaan, dan UU MD3 hanyalah macan kertas yang tak punya taring di hadapan dinasti politik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *