Bocah 7 Tahun Korban Kekerasan Seksual Preman, Publik Pertanyakan Kinerja Polisi dalam Penangkapan

BIMA, 5 Oktober 2025 || Kawah NTB – Keadilan untuk Nursyakila, seorang anak perempuan berusia 7 tahun, kini berada di ujung tanduk, digantung oleh kelambanan aparat dan dipertaruhkan oleh amarah warga yang memuncak. Batas waktu tiga hari yang diberikan warga Desa Rompo, Kecamatan Langgudu, kepada Polsek Langgudu untuk menangkap Ola, preman yang diduga melakukan pelecehan seksual keji, akan berakhir hari ini. Suasana tegang menyelimuti wilayah tersebut, menunggu apakah janji polisi akan ditepati atau jalanan akan kembali menjadi saksi bisu kemarahan publik.

Kecemasan ini disuarakan dengan lantang oleh Bung Fajrin, Koordinator Lembaga Bantuan Hukum Peduli Rakyat Indonesia (LBH-PRI) yang juga merupakan putra asli Desa Rompo. Ia mengecam keras kinerja Polres Bima Kota dan jajaran Polsek Langgudu yang terkesan mengulur waktu dalam menangani kasus yang merusak masa depan seorang anak.

“Ini adalah sebuah aib bagi penegakan hukum. Bagaimana mungkin seorang predator anak yang identitasnya sudah jelas masih bisa bebas berkeliaran sementara korbannya menanggung trauma seumur hidup?” tegas Bung Fajrin. “ Kami sebagai Putra Asli Langgudu mendesak Kapolres Bima Kota dan Kapolsek Langgudu untuk tidak bermain-main dengan kasus ini. Segera tangkap dan proses hukum pelaku seberat-beratnya. Jangan sampai institusi kepolisian dianggap mandul di hadapan seorang preman.”

Insiden tragis ini bermula dari kepolosan masa kanak-kanak. Beberapa hari lalu, Nursyakila yang sedang asyik bermain di halaman rumah bersama teman-temannya dihampiri oleh Ola. Pelaku kemudian mengajak korban bermain di pinggir pantai yang sepi, di antara semak-semak dan bebatuan. Di sanalah, tindakan keji itu terjadi. Pelaku diduga memasukkan jarinya ke kemaluan korban dan bahkan sempat memperlihatkan alat kelaminnya.

Dengan sisa keberaniannya, Nursyakila sontak berlari pulang dan mengadukan peristiwa mengerikan itu kepada ayah, paman, dan bibinya sang ibu sedang berjuang sebagai perantau di luar negeri. Setelah mendengar cerita pilu dari sang anak, keluarga pun mendatangi Ola. Namun, bukannya penyesalan, yang mereka dapatkan adalah penyangkalan dan tuduhan bahwa anak kecil itu berbohong.

Tak mau menyerah, keluarga dengan sigap membawa kasus ini ke ranah hukum. Polisi yang menerima laporan langsung mengantar korban untuk menjalani visum di RSUD Bima sebagai bukti. Mendengar langkah hukum tersebut, Ola, sang terduga pelaku, langsung melarikan diri dan hingga kini keberadaannya tidak diketahui.

Kesabaran warga akhirnya habis pada hari Jumat, 3 Oktober 2025. Tepat setelah salat Jumat sekitar pukul 13:30 WITA, ratusan warga Desa Rompo tumpah ke jalan, melakukan pemblokiran total sebagai bentuk protes atas kelambanan aparat. Aksi tersebut baru berakhir setelah Kapolsek Langgudu turun tangan dan memberikan jaminan akan menangkap pelaku dalam waktu tiga hari.

Hari ini adalah hari penentuan. Seluruh mata warga Langgudu tertuju pada kinerja aparat kepolisian. Apakah mereka akan berhasil membekuk pelaku dan mengembalikan sedikit kepercayaan publik, atau justru mereka akan membiarkan api kemarahan warga kembali menyala dan melumpuhkan akses jalan sekali lagi. Kasus ini bukan lagi sekadar tragedi personal Nursyakila, tetapi telah menjadi pertaruhan martabat penegakan hukum di Bima.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *