banner 728x250

Bung Ipul Tegaskan Kalau Aspal Tak Tiba, Maka Suara Rakyat Akan Menerjang!

Bima, 13 Juli 2025 || Kanal Aspirasi dan Wacana Hukum (Kawah) Ntb – Di tengah sorotan tajam terhadap kerusakan jalan di Kecamatan Lambitu, Bung Ipul, pakar ilmu politik sekaligus aktivis pemetaan kebijakan publik, menyampaikan pandangan tegas yang menggugah: perbaikan infrastruktur Lambitu bukan semata soal fisik jalan melainkan soal integritas sistem pemerintahan dalam menafsir kebutuhan rakyat.

Menurut Bung Ipul, tuntutan masyarakat Lambitu kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Bima perlu dipahami sebagai bentuk ujian konstitusional terhadap efektivitas formulasi kebijakan daerah. Jalan yang rusak selama belasan tahun bukan hanya mencerminkan keletihan anggaran, tetapi menggambarkan gagalnya PEMDA dalam memetakan prioritas pembangunan berbasis kebutuhan riil masyarakat.

“Masyarakat membayar pajak melalui mekanisme fiskal negara. Maka wajar jika mereka menuntut jalan, bukan janji. Mereka menagih kewajiban pemerintah, bukan belas kasihan,” ujar Bung Ipul

Dalam pandangan Bung Ipul, formulasi kebijakan publik selama ini tampak tidak selaras dengan realitas masyarakat pinggiran. Pemerintah Kabupaten Bima sebagai pelaksana otonomi daerah justru terjebak dalam pola alokasi anggaran yang tidak presisi, mengabaikan wilayah-wilayah yang secara statistik “tidak ramai”, padahal secara humanistik sangat mendesak.

-Tragedi kematian dua bayi kembar tahun 2024 akibat keterlambatan akses medis karena jalan berlubang

-Kerugian ekonomi warga akibat kejatuhan muatan kendaraan pengangkut hasil pertanian

-Terhambatnya akses pendidikan dan layanan sosial dasar lainnya karena kondisi jalan yang nyaris tak bisa dilalui saat hujan

“Apa gunanya RPJMD jika fakta kemiskinan logistik seperti ini tidak masuk radar kebijakan? Kita tidak butuh laporan tahunan, kita butuh tindakan yang mampu menjangkau penderitaan,” tegas Bung Ipul.

Kondisi ini, menurut Bung Ipul, harus dijadikan momen penting bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Bima untuk melakukan evaluasi terhadap arah pembangunan. Bupati dan jajaran eksekutif perlu segera:

-Melakukan mitigasi kebijakan secara lintas sektor di bidang kesehatan, pendidikan, dan ekonomi

-Menyusun ulang peta kebutuhan wilayah agar kebijakan menyentuh masyarakat yang selama ini dikucilkan

-Menghentikan siklus pengabaian struktural terhadap wilayah seperti Lambitu yang dianggap “tidak strategis secara politik”

“Kalau kebijakan publik gagal menyentuh wilayah yang paling tertekan, maka kita bukan bicara pembangunan kita bicara penelantaran yang sudah diformalisasi,” tukas Bung Ipul.

Jalan rusak di Lambitu tidak lagi sekadar lubang pada aspal. Ia adalah lubang pada narasi pembangunan, lubang pada komitmen politik, dan lubang pada integritas kepemimpinan daerah.

Dan jika Pemerintah Daerah Kabupaten Bima masih mengusung slogan “Bima Bermartabat”, maka jalan di Lambitu harus menjadi tolak ukur pertama: apakah martabat itu dibangun lewat kerja nyata, atau sekadar dikibarkan lewat baliho.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *