banner 728x250

Diduga Kejari Bima Sengaja Melindungi Tiga Tersangka Korupsi Sondosia 431 Juta

BIMA, 3 November 2025 || Kawah NTB – Publik di Bima kini benar-benar dibuat geram. Penanganan skandal korupsi RSUD Sondosia Rp 431 juta yang seharusnya sudah lama tuntas, kini justru menelanjangi dugaan adanya permainan kotor di tingkat penegak hukum.

Kejaksaan Negeri (Kejari) Bima, yang semestinya menjadi ujung tombak penuntutan, kini dituding telah beralih fungsi menjadi benteng pertahanan yang kokoh untuk melindungi tiga tersangka koruptor: Julian Averos, Mahfud, dan Kadarmansyah.

Drama hukum ini sudah berjalan lima tahun. Namun, alih-alih P21, berkas perkara justru terus-menerus mental (dikembalikan/P19). Padahal, sumber internal kepolisian menegaskan bahwa tiga alat bukti keterangan saksi, keterangan ahli, dan tumpukan dokumen sudah lama diserahkan ke meja jaksa.

“Tiga alat bukti itu seakan tidak ada harganya. Bola panas ini terus dilempar balik oleh jaksa. Ini bukan lagi soal teknis yuridis, ini sudah jelas ada indikasi kuat kesengajaan untuk mengulur waktu sampai kasus ini menguap.”

Kecurigaan bahwa Kejari Bima sengaja menjadi benteng bagi para tersangka semakin menguat setelah petunjuk P19 terbaru mereka bocor. Jaksa Peneliti dikabarkan meminta hal yang mustahil agar penyidik kepolisian membuktikan rincian pembagian jatah uang haram Rp 431 juta itu.

“Ini permintaan paling konyol dalam sejarah penanganan korupsi di Bima. Jaksa minta polisi buktikan si A dapat berapa, si B dapat berapa. Itu kan materi pembuktian di pengadilan, bukan syarat administrasi.”

Permintaan ini, bagi praktisi hukum, adalah sinyal jelas bahwa berkas tersebut memang tidak boleh lolos ke pengadilan.

“Logikanya sederhana. Jika untuk menghukum di pengadilan saja cukup dua alat bukti (Pasal 183 KUHAP), kenapa jaksa untuk terima berkas saja minta bukti tambahan yang di luar nalar hukum?”

para tersangka sudah mengembalikan Rp 230 juta. Pengembalian uang ini adalah bukti telak mens rea (niat jahat). Itu adalah pengakuan tidak langsung bahwa korupsi itu benar terjadi.

“Mereka sudah kembalikan uang, artinya mereka mengaku salah. Tapi fakta telak ini malah diabaikan oleh jaksa. Seharusnya ini jadi amunisi, bukan malah cari-cari alasan yang dibuat-buat.”

Publik kini menuntut Kejaksaan Agung dan Kejati NTB untuk tidak tinggal diam. Tembok di Kejari Bima harus segera diruntuhkan. Kepercayaan publik kini dipertaruhkan; apakah hukum di Bima benar-benar tumpul ke atas, atau tajam karena dilindungi benteng dari dalam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *