banner 728x250

DUA ATURAN BERTABRAKAN: Mengapa UU MD3 Menang Telak Atas Aturan PKK dalam Kasus Istri Bupati Bima yang Rangkap Jabatan?

BIMA, 13 Agustus 2025 || Kawah NTB – Polemik hukum mengenai jabatan ganda Wakil Ketua II DPRD Bima, Murni Suciyanti, memasuki babak akhir perdebatan. Meskipun sempat muncul argumen tandingan untuk membela posisinya, analisis hukum mendalam menunjukkan bahwa argumen tersebut cacat secara logika dan tidak mampu membatalkan larangan mutlak dalam Undang-Undang.

Lembaga Bantuan Hukum Peduli Rakyat Indonesia (LBH-PRI), yang sejak awal konsisten menyuarakan pelanggaran ini, menegaskan bahwa penegakan hukum adalah harga mati. Mereka menilai bahwa setiap upaya untuk membenarkan rangkap jabatan ini adalah bentuk pembangkangan terhadap konstitusi.

Inti Persoalan: UU MD3 Adalah Panglima Tertinggi

Posisi LBH-PRI tetap tak tergoyahkan, berpegang pada supremasi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 (UU MD3) sebagai hukum tertinggi dalam kasus ini. Direktur LBH-PRI, Imam Muhajir, menyebut bahwa aturan dalam UU MD3 bersifat final.

Pasal 236 ayat (1) huruf c UU MD3 secara tegas menyatakan: “Anggota DPR[D] dilarang merangkap jabatan sebagai: …pejabat pada badan lain yang anggarannya bersumber dari APBN/APBD.”

Fakta bahwa PKK adalah badan yang dimaksud diperkuat oleh Pasal 18 Permendagri No. 1/2013 yang mengonfirmasi bahwa dana PKK bersumber dari APBD.

“Prinsipnya sederhana dan absolut: Hierarki Hukum. Undang-Undang (UU) berada di atas Peraturan Menteri (Permen),” tegas Imam. “Tidak ada satupun asas hukum yang mengizinkan Peraturan Menteri mengesampingkan perintah Undang-Undang. Klaim lain hanyalah akrobat hukum untuk mengaburkan pelanggaran yang sudah jelas.”

Lingkaran Setan Anggaran: PKK Akan Semakin ‘Gendut’

LBH-PRI secara khusus menyoroti dampak paling berbahaya dari rangkap jabatan ini: potensi penyalahgunaan APBD yang sistematis. Sebagai Wakil Ketua DPRD, Murni Suciyanti berada di posisi untuk ikut “mengetuk palu” persetujuan anggaran. Sebagai Ketua PKK, ia adalah pihak yang menerima dan menggunakan anggaran tersebut.

“Ini menciptakan lingkaran setan kekuasaan anggaran,” jelas Muhlis Plano, dari LBH-PRI. “Dia yang memberi, dia juga yang menerima. Ini membuka peluang tak terbatas baginya untuk membuat organisasi PKK itu akan semakin gendut dengan dana publik, sementara pengawasan efektif menjadi nol karena pengawasnya adalah dirinya sendiri. Ini adalah resep sempurna untuk penyalahgunaan kekuasaan.”

Mementahkan Argumen Pembela Rangkap Jabatan

LBH-PRI juga secara sistematis mementahkan dua argumen utama yang sering digunakan pihak pembela:

Argumen “Jabatan Kehormatan”: Pihak pembela sering menyebut posisi Ketua PKK adalah “pengabdian” atau “jabatan kehormatan”, bukan “jabatan” yang dilarang UU MD3.

Bantahan LBH-PRI: “Ini permainan kata yang menyesatkan. UU MD3 menggunakan istilah ‘pejabat’. Sebagai pimpinan organisasi yang mengelola dana publik miliaran rupiah, ia adalah seorang pejabat secara de facto dan de jure. Mengganti nama ‘jabatan’ menjadi ‘pengabdian’ tidak akan menghapus status hukum atau konflik kepentingannya.”

Argumen “Aturan Khusus vs Umum” (Lex Specialis): Pihak pembela mencoba menggunakan asas lex specialis dengan menyatakan Permendagri tentang PKK adalah aturan khusus yang mengalahkan UU MD3.

Bantahan LBH-PRI: “Ini adalah penerapan asas hukum yang salah kaprah dan fatal. Asas Lex Specialis Derogat Legi Generali hanya berlaku untuk peraturan yang sederajat atau setingkat. Sebuah Peraturan Menteri yang tingkatnya jauh di bawah Undang-Undang tidak akan pernah bisa menjadi ‘aturan khusus’ yang mengalahkan Undang-Undang. Prinsip Lex Superior (hukum lebih tinggi mengalahkan hukum lebih rendah) adalah yang berlaku mutlak di sini.”

Dengan terpatahkannya argumen-argumen tersebut, konsekuensi hukum bagi Murni Suciyanti menjadi tak terhindarkan, sebagaimana diatur dalam:

Pasal 237 ayat (2) UU MD3 yang mengamanatkan sanksi “pemberhentian sebagai anggota DPR[D]”.

Kini, semua mata tertuju pada Badan Kehormatan DPRD Bima. Publik menanti apakah lembaga tersebut akan tunduk pada logika hukum yang lurus atau menyerah pada tekanan politik.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *