Bima, 14 Juli 2025 || Kanal Aspirasi dan Wacana Hukum (Kawah) Ntb – Calon doktor sekaligus praktisi hukum, Imam Muhajir SH, MH, kembali menegaskan bahwa kondisi infrastruktur jalan di Kecamatan Lambitu bukan hanya darurat secara teknis tetapi juga darurat dalam perspektif hukum tata negara dan administrasi publik. Dalam wawancara eksklusif bersama Kawah NTB, Imam menyebut bahwa jalan rusak yang dibiarkan selama belasan tahun adalah bentuk pengabaian kewajiban konstitusional oleh Pemerintah Kabupaten Bima.
“Saya sudah meninjau langsung. Jalan menuju Desa Sambori, saya nyaris ditabrak mobil dua kali karena kontur jalan yang sempit, berlubang, dan tak memiliki rambu. Jika itu tidak dianggap cukup serius oleh pemerintah, maka kita sedang bermain-main dengan keselamatan rakyat,” ujar Imam.
Menurutnya, kondisi tersebut bukan hanya kelalaian teknis, tetapi dapat dikategorikan sebagai pembiaran sistematis oleh lembaga negara yang bertanggung jawab terhadap perencanaan dan eksekusi kebijakan pembangunan daerah. Ia menyebut bahwa Bupati dan DPRD Bima memiliki tanggung jawab langsung atas penetapan anggaran dan prioritas kebijakan publik.
Dalam tinjauan hukum, Imam menjelaskan bahwa jalan bukan hanya alat fisik transportasi, tetapi bagian dari struktur hukum negara untuk menjamin hak mobilitas, hak atas layanan kesehatan, hak atas pendidikan, dan hak atas penghidupan layak.
“Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 secara eksplisit menjamin hak atas lingkungan hidup yang sehat. Dan jalan berlubang selama 20 tahun yang merenggut nyawa adalah pelanggaran konstitusional yang tidak bisa dikemas sebagai ‘kendala teknis’ lagi,” tegasnya.
Imam juga menyinggung Pasal 33 ayat (3) terkait kewajiban negara dalam pengelolaan sumber daya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurutnya, jika anggaran tahunan tidak menyentuh kebutuhan dasar seperti perbaikan jalan di Lambitu, maka proses legislasi dan eksekutif sudah melenceng dari kerangka hukum yang adil.
“Kita bicara soal nyawa, soal hasil pertanian yang rusak karena muatan terguling, soal anak-anak yang tak bisa sekolah ketika hujan datang. Kalau ini bukan prioritas, maka fungsi pemerintahan telah bergeser terlalu jauh dari rakyat,” tandas Imam.
Pandangan Imam Muhajir menegaskan bahwa jalan Lambitu adalah indikator rusaknya fungsi hukum pembangunan. Ia bukan sekadar kebutuhan, tapi titik ujian integritas pemerintahan lokal. Jika pemangku kebijakan masih memalingkan wajah dari lubang-lubang yang memutus hidup rakyatnya, maka rakyat berhak bicara atas nama hukum dan moral.
Dan jika slogan “Bima Bermartabat” ingin tetap diusung, maka aspal di Lambitu bukan hanya harus tiba tetapi harus menjadi bukti bahwa negara hadir sebelum korban berikutnya muncul.



							
















