banner 728x250

Jam Pasir Keadilan Macet di Kejari Bima: LBH-PRI Pertanyakan Keseriusan Penanganan Laporan Korupsi Bulog

Bima, 5 Agustus 2025 || Kanal Aspirasi dan Wacana Hukum (Kawah) NTB – Empat hari telah berlalu sejak Lembaga Bantuan Hukum Peduli Rakyat Indonesia (LBH-PRI) secara resmi melaporkan dugaan skandal korupsi di tubuh Perum BULOG Cabang Bima. Namun, alih-alih direspons dengan langkah hukum yang cepat dan terukur, laporan yang menyangkut hajat hidup petani dan potensi kerugian negara senilai Rp4,3 miliar itu kini seolah lenyap ditelan keheningan absolut dari koridor Kejaksaan Negeri (Kejari) Raba Bima.

Hingga berita ini diturunkan pada Selasa, 5 Agustus 2025, belum ada satu pun sinyal kehidupan dari penanganan kasus tersebut. Pihak-pihak terlapor yang namanya tercantum jelas dalam laporan belum tersentuh surat panggilan. Status hukum laporan pun masih gelap gulita, tanpa ada kejelasan apakah sudah masuk tahap telaah, penyelidikan, atau justru tengah diendapkan dalam sebuah laci yang mungkin sudah terlalu penuh dengan laporan-laporan rakyat lainnya.

Sikap diam Kejari Raba Bima ini memantik reaksi keras dari LBH-PRI, yang menegaskan bahwa kesabaran publik ada batasnya, terutama ketika berhadapan dengan dugaan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) seperti korupsi.

Direktur LBH-PRI, Imam Muhajir, menyatakan keprihatinan mendalam atas lambatnya respons institusi Adhyaksa. Menurutnya, keheningan ini adalah anomali yang berbahaya.

“Kami menyerahkan laporan itu lengkap dengan kronologi, dan analisis hukum yang solid. Kami berharap itu menjadi pemicu, bukan sekadar menjadi pemberat kertas di meja penyidik,” ujar Imam Muhajir. “Setiap jam penundaan dalam kasus korupsi adalah waktu bagi pelaku untuk menghilangkan jejak. Kami mendesak Kajari Bima untuk menunjukkan taringnya. Ingat, ini korupsi, kejahatan luar biasa yang tidak bisa ditangani dengan kecepatan biasa. Jika jaksa saja lamban, bagaimana rakyat bisa percaya pada slogan ‘Hukum Tajam ke Atas’?”

Nada yang lebih satir dan tajam dilontarkan oleh Bung Igen dari Divisi Investigasi Data LBH-PRI. Ia mempertanyakan apakah ada kendala teknis atau kendala ‘strategis’ yang membuat Kejari Bima begitu pasif.

“Mungkin mesin tik di Kejari sedang kehabisan tinta untuk mengetik surat panggilan, atau jangan-jangan para jaksa butuh peta khusus untuk menemukan alamat Kantor Bulog yang notabene hanya sepelemparan batu dari kantor mereka,” sindir Igen. “Ataukah nominal Rp4,3 miliar ini dianggap ‘uang receh’ sehingga tidak cukup mendesak untuk segera diusut? Kami hanya mencoba memahami, logika apa yang sedang dimainkan di dalam sana. Sebab logika hukum yang kami pahami adalah, ada laporan, ada bukti awal, maka langkah selanjutnya adalah pemeriksaan. Sesederhana itu.”

Bung Muhlis dari LBH-PRI menegaskan bahwa mereka tidak akan pernah lelah dan akan terus menjalankan fungsinya sebagai pengawas eksternal. Mereka berkomitmen untuk mengawal kasus ini hingga tuntas dan tidak akan membiarkannya mati suri.

“Keheningan dari Kejari akan kami lawan dengan kegaduhan publik yang terukur dan konstitusional. Kami akan terus bertanya, terus menekan, dan terus mengingatkan. Jangan sampai publik menyimpulkan bahwa satu-satunya prestasi Kejari dalam kasus ini adalah kemahirannya dalam seni mengarsipkan laporan,” tambah Bung Muhlis.

Kini, publik menanti dengan cemas. Apakah jam pasir keadilan yang macet di Kejari Raba Bima akan segera kembali berjalan, atau justru sudah pecah berkeping-keping diinjak oleh kepentingan yang tak terlihat. Jawaban atas pertanyaan itu sepenuhnya berada di tangan dan hati nurani para punggawa Adhyaksa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *