banner 728x250

Janji Perubahan, Fakta Pengabaian: Bupati Bima Gagal Menjemput Martabat Rakyat Lambitu

Bima, 25 Juli 2025 || Kanal Aspirasi dan Wacana Hukum (Kawah) NTB – Di tengah gema slogan “Bima Bermartabat” dan “Perubahan”, sebuah ironi pahit tersaji di jalanan Kecamatan Lambitu yang penuh lubang. Penderitaan masyarakat yang terisolasi selama dua dekade akibat infrastruktur yang hancur kini menjadi vonis telak atas kepemimpinan Bupati Bima, Ady Mahyudin. Menurut Bung Ardian dari Lembaga Bantuan Hukum Peduli Rakyat Indonesia (LBHPRI), kondisi jalan tersebut lebih dari sekadar kegagalan pembangunan.

“Kita harus berhenti menganggap ini sebagai masalah teknis biasa. Bagi masyarakat Lambitu, jalanan rusak ini bukan lagi sekadar infrastruktur, melainkan telah menjelma menjadi ‘Siratal Mustaqim’ versi duniawi,” tegas Ardian dengan nada tajam. “Sebuah jembatan penderitaan yang setiap hari harus mereka lewati, di mana setiap lubang adalah ancaman bahaya, dan di bawahnya serasa ada neraka keterisolasian dan kemiskinan yang siap menelan mereka. Ini adalah tanggung jawab politik mutlak Bupati Ady Mahyudin.”

Kontradiksi Janji “Perubahan” dengan Pengabaian Nyata

Bung Ardian menyoroti bagaimana realitas di Lambitu menjadi antitesis yang paling menyakitkan dari janji-janji politik Bupati Ady Mahyudin. Retorika “Perubahan” yang menjadi andalannya terasa hampa ketika warganya setiap hari harus mempertaruhkan nyawa di “jembatan penderitaan” tersebut.

“Bagaimana mungkin kita bicara ‘Bima Bermartabat’ jika untuk bisa selamat melewati jalanan itu saja sudah menjadi sebuah kemewahan? Martabat apa yang tersisa ketika ibu hamil harus ditandu berjam-jam, atau hasil panen petani membusuk karena tak bisa diangkut keluar?” sentil Ardian. “Perubahan yang dijanjikan oleh Bupati Ady Mahyudin ternyata tidak pernah sampai ke Lambitu. Janji itu menguap di udara, sementara rakyatnya tetap terperosok dalam ketakutan setiap kali melintasi jalan yang rusak parah di bawah pemerintahannya.”

Menurutnya, ini adalah bentuk pengabaian yang disengaja. “Fakta bahwa kondisi ‘Siratal Mustaqim’ ini terus dibiarkan menunjukkan di mana letak prioritas Bupati Ady Mahyudin. Tampaknya, membangun citra politik jauh lebih penting daripada membangun jalan keselamatan untuk rakyatnya,” tambahnya.

Arogansi Kekuasaan dan Tuli Terhadap Aspirasi Publik

Kegagalan merespons masalah Lambitu juga mencerminkan gaya kepemimpinan yang tertutup dan arogan terhadap suara publik. Permohonan audiensi resmi dari Aliansi Pemuda Peduli Lambitu (APPL) dan LBHPRI yang tak kunjung mendapat kejelasan adalah bukti bahwa pintu dialog di era Ady Mahyudin sulit diakses oleh rakyat biasa.

“Pintu kekuasaan di bawah kepemimpinan Ady Mahyudin seolah tertutup rapat bagi aspirasi yang kritis dan menuntut,” ujar Ardian. “Suara rakyat yang mengeluhkan jalanan rusak dianggap sebagai gangguan, bukan sebagai masukan berharga. Bupati harus ingat, ia dipilih oleh rakyat dan seharusnya bekerja untuk rakyat, bukan mengisolasi diri di menara gading kekuasaan.”

Lebih jauh, Ardian mempertanyakan alokasi APBD di bawah kendali Bupati. “Rakyat Bima, khususnya Lambitu, berhak bertanya: untuk siapa sebenarnya APBD dikelola? Mengapa dana yang ada tidak mampu menghapus ‘neraka’ keterisolasian mereka? Ini adalah pertanyaan fundamental tentang akuntabilitas dan visi kepemimpinan Bupati Ady Mahyudin.”

Ultimatum untuk Bupati Ady Mahyudin

Sebagai kesimpulan, Bung Ardian menegaskan bahwa kesabaran publik ada batasnya. Kasus Lambitu telah menjadi titik kulminasi kekecewaan yang mendalam terhadap kepemimpinan Bupati Bima saat ini.

“Kami, atas nama masyarakat yang terzalimi, menuntut tindakan nyata dari Bupati Ady Mahyudin. Hentikan semua seremoni dan pencitraan. Kirim material dan alat berat ke Lambitu, perbaiki jalan mereka, dan kembalikan hak mereka sebagai warga negara,” tegasnya.

“Waktu akan mencatat,” tutup Ardian, “apakah Ady Mahyudin adalah Bupati ‘Perubahan’ yang membongkar ‘Siratal Mustaqim’ di Lambitu dan membangun jalan harapan, atau sekadar pemimpin yang mahir beretorika ‘Bermartabat’ sementara rakyatnya menderita di atas jalanan yang hancur?”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *