“Sebuah Tamasya Imajinatif Dari Penjaga Keadilan Menjadi Pelanggar Keadilan”
Bayangkan Anda sedang menonton final Piala Dunia. Tim kesayangan Anda berjuang mati-matian, tetapi anehnya, wasit tampaknya lebih sibuk membantu lawan mencari cara untuk mencetak gol tanpa ketahuan. Setiap pelanggaran yang jelas berubah menjadi “strategi kreatif,” dan aturan hanya berlaku jika menguntungkan pihak tertentu. Nah, selamat datang di dunia pembegal hukum, di mana mereka yang seharusnya menjaga keadilan justru menjadi pemain licik dalam pertandingan demokrasi.
Dalam sistem hukum yang ideal, aparat penegak hukum adalah penjaga gerbang keadilan figur yang tegak lurus seperti pasal dalam kitab undang-undang. Tapi apa jadinya jika mereka justru lihai menyusun strategi curang? Alih-alih menjadi benteng hukum, mereka menjelma menjadi arsitek ketidakadilan, menciptakan celah hukum yang lebih mulus dari jalan tol baru yang belum dikenakan pajak.
Mari kita berbicara soal modus operandi mereka. Kita punya model “salah tangkap,” di mana bukti adalah opsional, tetapi kepentingan politik selalu tersedia dalam paket premium. Kemudian ada “persidangan formalitas,” di mana keputusan sudah ditulis sebelum hakim sempat memesan kopi pagi. Jangan lupakan varian favorit: permainan hukum ala sulap, di mana pasal yang tadinya berfungsi sebagai pagar malah berubah menjadi pintu belakang.
Tentu saja, pembegal hukum tidak bekerja sendiri mereka adalah bagian dari ekosistem. Layaknya orkestra yang dipimpin konduktor tak kasat mata, setiap aktor punya peran. Ada sang pembuat kebijakan yang entah kenapa lupa bahwa undang-undang bukan sekadar pajangan. Ada tim perancang celah hukum yang sepertinya menganggap keadilan sebagai permainan teka-teki. Dan tentu saja, ada tokoh-tokoh pemanis layar yang sibuk menjelaskan kepada publik bahwa “ini semua adalah bagian dari proses hukum.” Proses hukum versi siapa? Versi pemenang lelang, tentu saja.
Jangan salah, ada cara untuk menghadapi mereka. Seperti dalam sepak bola, kita butuh VAR hukum sistem transparansi yang bisa menangkap offside keadilan sebelum skor ketidakadilan makin membengkak. Kita juga perlu wasit yang benar-benar adil, bukan yang sibuk memutar ulang keputusan demi kepentingan sponsor.
Jadi, pertanyaannya sekarang: Apakah kita akan terus menonton pertandingan yang wasitnya sudah jelas berpihak? Atau kita akan turun ke lapangan, menuntut pertandingan ulang dengan sistem yang lebih adil? Karena pada akhirnya, hukum bukan sekadar permainan dan kita berhak mendapatkan keadilan tanpa harus mengikuti skenario yang sudah diatur oleh para pembegal hukum.






































