BIMA, 9 Desember 2025 || Kawah NTB – Wajah Kota Bima sedang tidak baik-baik saja. Program “BISA” (Bersih, Indah, Sehat, dan Asri) yang selama ini digadang-gadang sebagai solusi pamungkas oleh Pemerintah Kota, kini dituding tak lebih dari sekadar slogan kosong dan kosmetik politik belaka.
Kritik pedas ini meledak dari Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Kota Bima. Mereka menilai program tersebut telah mati suri, gagal total menyentuh akar masalah dan hanya sibuk memoles citra penguasa lewat serangkaian acara seremonial yang menghamburkan uang rakyat.
Ketua LMND Kota Bima, Rahmat Ardiansyah atau yang akrab disapa Bung Dian, tak main-main dalam melontarkan serangannya. Ia menelanjangi fakta bahwa di balik laporan-laporan manis di atas meja pejabat, realitas di lapangan justru menyedihkan. Sampah masih menggunung di berbagai sudut kota, menjadi bukti tak terbantahkan bahwa mesin birokrasi Pemkot Bima sedang macet parah.
“Program BISA ini sudah kehilangan rohnya. Ini bukan lagi soal kebersihan, tapi soal panggung,” semprot Bung Dian.
Menurut Bung Dian, apa yang terjadi saat ini adalah ironi memalukan. Di saat warga menjerit karena lingkungan yang makin kumuh, pemerintah justru sibuk tepuk tangan di acara peresmian.
“Pemerintah terlalu asyik membangun panggung seremoni, sementara problem sampah dan tata kota justru makin memburuk. Rakyat itu butuh aksi nyata di depan mata, bukan pajangan kegiatan di media sosial!” tegasnya.
LMND menyoroti ketimpangan yang mencolok antara klaim keberhasilan pemerintah dengan fakta di jalanan. Pengelolaan sampah yang amburadul dan penataan ruang publik yang semrawut menjadi saksi bisu bahwa Program BISA dijalankan tanpa manajemen yang becus. Eksekusinya lemah, pengawasannya nol besar.
Tak mau basa-basi, LMND mendesak Pemkot Bima untuk berhenti bersembunyi di balik angka-angka laporan. Dian menuntut adanya evaluasi total. Ia menegaskan bahwa memoles luarnya saja tidak akan menyembuhkan penyakit kota ini.
“Kami minta evaluasi total sekarang juga. Jangan lagi ada upaya menutupi kegagalan manajerial dengan rangkaian pesta seremoni. Program BISA harus dibongkar dan dibenahi dari akarnya. Kalau cuma dipoles biar tampak bagus di foto, itu namanya membohongi publik,” cetusnya.
Serangan tak kalah sengit datang dari DKB LMND Kota Bima, Bung Erlan. Ia menyoroti sisi gelap yang selama ini jarang tersentuh: transparansi anggaran. Erlan curiga, mandeknya program ini bukan cuma soal ketidakmampuan, tapi juga potensi ketidakberesan dalam pengelolaan dana.
“Transparansi anggaran itu harga mati. Mekanisme pengawasan dan laporan pelaksanaan harus dibuka seluas-luasnya ke publik. Biar rakyat tahu, uang mereka dipakai untuk benar-benar membersihkan kota atau sekadar habis tak tentu arah,” tantang Bung Erlan.
LMND membunyikan alarm tanda bahaya bagi demokrasi dan pelayanan publik di Kota Bima. Dian mengajak seluruh elemen masyarakat untuk tidak lagi diam melihat ketidakbecusan ini.
Kota yang bersih tidak lahir dari sekadar slogan di spanduk. Warga harus bangkit, ikut mengawasi, menekan, dan memastikan pemerintah bekerja dengan benar. Jangan biarkan mereka tidur nyenyak di atas kegagalan ini.








































