banner 728x250

M Alias O Adalah Otak dalam Skandal Korupsi KUR BSI dan 3 Tersangka Lain Hanya Pion

Bima, 24 Juli 2025 || Kanal Aspirasi dan Wacana Hukum (Kawah) NTB – Di tengah keheningan institusional yang memekakkan telinga, Lembaga Bantuan Hukum Peduli Rakyat Indonesia (LBHPRI) melalui Divisi Non Litigasinya, Bung Mhikel, kembali membongkar kebobrokan penanganan kasus korupsi KUR BSI. Kali ini, seruannya lebih tajam, menelanjangi apa yang ia sebut sebagai “strategi pengecut” Kejaksaan Negeri Raba Bima yang sengaja mengaburkan peran sentral M alias O.

“Mari kita berhenti berputar-putar dalam retorika hukum yang menyesatkan! Publik harus tahu desain besar dari kejahatan ini,” pekik Bung Mhikel. “Kasus korupsi KUR BSI bukanlah kejahatan yang dilakukan secara serampangan oleh empat orang dengan porsi kesalahan yang sama. Ini adalah sebuah orkestrasi kejahatan, sebuah skenario yang dirancang dengan rapi, dan M alias O adalah sutradaranya! Dia adalah dader intellectual, sang arsitek kebusukan ini!”

Menurut analisis tajam Bung Mhikel, Tiga tersangka yang kini ditahan hanyalah instrumen, para pekerja lapangan yang bergerak atas desain dan perintah dari sang dalang. “Kejari Raba Bima sedang mempraktikkan logika terbalik yang paling absurd dalam sejarah penegakan hukum di Bima,” tegasnya. “Mereka memotong ranting-ranting kecil sambil membiarkan akar dan batang pohon beracun itu tumbuh subur. Tiga orang itu mungkin adalah tangan yang mengambil, tetapi M alias O adalah otak yang memerintahkan, merencanakan, dan mendapat keuntungan terbesar dari skema jahat ini. Mereka adalah pion yang dikorbankan untuk melindungi sang raja!”

Propaganda keadilan yang coba dimainkan Kejari Raba Bima, bagi Mhikel, adalah sebuah penghinaan terhadap akal sehat publik. Ia menggambarkan situasi ini dengan sebuah analogi yang menusuk.

“Bayangkan sebuah ular berbisa,” kata Mhikel. “Ular itu menggigit warga, menyebar racun kemana-mana. Apa yang dilakukan Kejari Raba Bima? Mereka menangkap dan memotong ujung ekor ular itu, lalu memamerkannya kepada publik seolah-olah telah menaklukkan sang monster. Sementara itu, kepala ular yang paling berbisa M alias O dibiarkan bebas melata, bahkan diberi susu agar tetap tenang, dengan dalih ‘sudah mengembalikan sedikit racunnya’. Ini bukan penegakan hukum, ini adalah pertunjukan sirkus yang memuakkan!”

Bung Mhikel menyatakan bahwa memprioritaskan penahanan terhadap para “kaki tangan” sementara membiarkan sang “otak intelektual” bebas adalah skenario yang disengaja untuk melindungi pelaku utama. Pengembalian uang sebesar 200 juta oleh M alias O bukanlah itikad baik, melainkan sebuah investasi strategis untuk membeli kebebasan dan mengaburkan perannya sebagai dalang utama.

“Kami dari LBHPRI menuntut Kejari Raba Bima untuk berhenti menjadi pelindung bagi otak kejahatan!” seru Mhikel dengan suara berapi-api. “Prioritas utama penegakan hukum adalah menangkap dan membongkar peran M alias O sebagai auctor intellectualis. Periksa aliran dananya, bongkar jaringannya, dan seret dia sebagai tersangka utama! Tiga orang lainnya penting untuk diperiksa, tetapi sebagai saksi mahkota untuk menjerat sang dalang, bukan sebagai tumbal untuk menutup kasus.”

Menutup pernyataannya, Bung Mhikel menyerukan.

“Rakyat Bima tidak boleh diam! Jangan tertipu oleh drama hukum yang mereka ciptakan! Keadilan yang sejati adalah ketika otak kejahatan dihukum lebih berat daripada pion-pionnya. Kami menantang Kajari Raba Bima: buktikan Anda bukan bagian dari konspirasi ini! Tangkap M alias O sekarang juga! Jika tidak, maka jelas sudah posisi Anda: Anda adalah tameng bagi koruptor dan musuh bagi rakyat pencari keadilan. Seret dalangnya ke pengadilan, bukan hanya wayangnya!”

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *