banner 728x250

Selangkah Lagi Menuju Meja Jaksa: Kepala BKPH Ahyar Segera Dilaporkan ke Kejari Raba Bima Atas Kasus Sonokeling Ilegal Sambina’e

Bima, 6 Agustus 2025 || Kanal Aspirasi dan Wacana Hukum (Kawah) NTB – Setelah masyarakat luas memahami dengan jernih duduk perkara dan peran sentral Kepala BKPH Ahyar dalam skandal sonokeling, sebuah kesadaran kolektif kini telah terbentuk: proses hukum yang berjalan saat ini belum menyentuh inti persoalan. Laporan ke pihak Kepolisian adalah langkah awal yang benar, namun itu tidak akan pernah cukup.

Kini, wacana publik dan para pegiat anti-korupsi mengerucut pada satu tujuan yang tak bisa ditawar lagi: kasus ini harus dibawa masuk ke ranah Kejaksaan Negeri (Kejari) Raba Bima.

Mari kita gunakan logika sederhana untuk memahami mengapa langkah ini adalah sebuah keharusan.

Ada Dua Pintu Keadilan yang Harus Dibuka

Dalam skandal sebesar ini, ada dua jenis kejahatan yang terjadi secara bersamaan, dan untuk itu ada dua “pintu keadilan” yang berbeda.

  • Pintu Pertama: Kantor Polisi. Pintu ini adalah untuk para pelaku kejahatan konvensional. Dalam kasus ini, mereka adalah para penebang liar, sopir truk, dan operator pabrik ilegal. Masyarakat melalui Barisan Muda Nusantara (Bardam) sudah mengetuk pintu ini. Ini adalah tugas untuk menangkap para “prajurit” di lapangan.
  • Pintu Kedua: Kantor Kejaksaan. Pintu ini adalah pintu khusus untuk kejahatan yang dilakukan oleh pejabat negara (kejahatan kerah putih/korupsi). Ini adalah tempat untuk memeriksa para “jenderal” yang diduga memberi perintah, melindungi, atau sengaja membiarkan para prajuritnya melakukan kejahatan demi keuntungan pribadi.

Saat ini, kita baru membuka pintu pertama. Membiarkan kasus ini berhenti di Kepolisian sama artinya dengan merasa puas hanya dengan menangkap para prajurit, sementara sang jenderal yang mengatur strategi dari ruangannya yang nyaman, tidak tersentuh sama sekali. Keadilan seperti ini tentu saja timpang.

Mengapa Kejari Harus Bertindak?

Kejaksaan adalah satu-satunya lembaga yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengusut dugaan korupsi yang dilakukan oleh pejabat seperti Kepala BKPH. Tuduhan terhadap Ahyar bukanlah lagi soal “kurang teliti”, melainkan sudah mengarah pada dugaan pembiaran yang disengaja, yang motifnya sangat patut dicurigai sebagai gratifikasi.

Ketika Kepala BKPH Ahyar gagal total menjaga hutan (hulu) dan gagal total mengawasi peredaran kayu hingga muncul pabrik ilegal di kota (hilir), lalu memberikan alasan yang tidak masuk akal, maka ini adalah “undangan terbuka” bagi para jaksa untuk masuk dan melakukan penyelidikan.

Menurut informasi yang dihimpun tim Kawah NTB dari kalangan aktivis, saat ini sedang dilakukan finalisasi untuk menyusun sebuah laporan resmi yang komprehensif. Laporan tersebut akan membundel seluruh fakta, bukti, dan analisis logis yang selama ini telah terungkap di publik, untuk kemudian diserahkan secara resmi ke Kejaksaan Negeri Raba Bima.

Langkah Tak Terhindarkan

Membawa kasus ini ke Kejaksaan bukanlah lagi sebuah pilihan, melainkan sebuah kewajiban moral dan langkah hukum yang tak terhindarkan untuk mendapatkan keadilan yang seutuhnya. Ini adalah satu-satunya cara untuk membongkar praktik “mafia prosedural” yang diduga telah merusak sistem kehutanan di Bima.

Langkah menuju gerbang Kejaksaan ini akan menjadi penentu, apakah hukum di Bima benar-benar mampu menjangkau lingkar kekuasaan, atau selamanya hanya akan menjadi alat untuk menghukum para pelaku kelas teri. Masyarakat menunggu dan akan terus mengawal.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *