banner 728x250

Skandal Pokir 45 DPRD Bima: Jika Kejari Serius Usut Tuntas, Begini Langkah yang Harus dilakukan !! 

BIMA, 1 November 2025 || Kawah NTB – Publik Kabupaten Bima menanti keseriusan Kejaksaan Negeri (Kejari) Bima dalam menuntaskan skandal dugaan korupsi dana Pokok Pikiran (Pokir) 45 Anggota DPRD senilai Rp 60 miliar. Setelah laporan resmi Lembaga Bantuan Hukum Peduli Rakyat Indonesia (LBH-PRI) dilayangkan sejak Juli 2025, langkah aparat penegak hukum terkesan masih berjalan di tempat.

Pernyataan Kasi Pidsus Kejari Bima, Catur Hidayat Putra (29/10) lalu, bahwa pihaknya telah membentuk tim Pengumpulan Data (Puldata) dan Pengumpulan Bahan Keterangan (Pulbaket) dinilai sebagai langkah administratif standar yang belum menyentuh substansi. Publik tidak butuh lagi retorika normatif, melainkan gong penegakan hukum yang nyata.

Kini, bola panas sesungguhnya ada di tangan Kejari. Jika lembaga Adhyaksa itu benar-benar serius ingin membongkar dugaan penyelewengan sistematis ini, langkah pertama yang paling logis dan ditunggu publik adalah memanggil Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Bima, M. Erwin.

Pemanggilan Erwin, bersama Kepala Bidang Tanaman Pangan, Khairul Munir, serta dinas terkait lainnya, adalah ujian pertama untuk mengukur nyali dan independensi Kejari Bima.

“Jaksa tidak perlu bingung memulai dari mana. Kasus Pokir bibit jagung yang diduga melibatkan Erwin adalah pintu masuk paling terbuka untuk mengurai benang kusut Rp 60 miliar ini.”

Mengapa Erwin dan Munir menjadi kunci? Karena dalam kasus ini, bukti dugaan abuse of power (penyalahgunaan wewenang) sudah terhidang di depan publik melalui pernyataan kontradiktif Khairul Munir sendiri.

Seperti diberitakan media Bima Kini (18/10), Munir dengan tegas mengaku bahwa dinas “tidak bisa intervensi walau sebiji” dan penentuan penerima 567 Kg bibit jagung itu murni di tangan Erwin. Namun, selang beberapa hari (24/10), Munir seolah panik dan berbalik arah di media lain, mengklaim proses pembagian dilakukan oleh dinas.

Kontradiksi ini bukan sekadar alibi yang rapuh, tapi indikasi kuat adanya intervensi legislatif dalam ranah eksekutif. Ini adalah inti dari laporan LBH-PRI, anggota dewan yang seharusnya mengawasi, justru diduga bertindak sebagai eksekutor dan penunjuk langsung penerima manfaat proyek.

“Kejari jangan hanya bicara akan memanggil pihak terkait. Itu terlalu abu-abu. Publik menuntut ketegasan. Sebut namanya, panggil Erwin dan Khairul Munir. Periksa mereka.”

Langkah Kejari membentuk tim Pulbaket terkesan lamban jika dihadapkan pada fakta bahwa skandal Pokir jagung Erwin ini sudah menjadi konsumsi publik, lengkap dengan pengakuan yang saling membentur. Ini bukan lagi sekadar data mentah, ini adalah petunjuk terang benderang.

Penegakan hukum tidak boleh kalah oleh drama bantah-membantah di media. Publik menunggu surat panggilan pemeriksaan dilayangkan oleh Kejari Bima. Jika Kejari serius, mereka harus berhenti bicara soal proses dan mulai membuktikan aksi.

Memeriksa Erwin bukan soal menjatuhkan vonis, tetapi soal membuktikan bahwa hukum bekerja tanpa pandang bulu. Kegagalan memanggil figur sentral dalam kasus yang sudah terang benderang ini hanya akan mengkonfirmasi kecurigaan publik bahwa skandal Rp 60 miliar ini berpotensi menguap dan berakhir sebagai komoditas politik belaka.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *