banner 728x250

Terungkap Mantra Sakti Istri Bupati Bima Sebelum Rangkap Jabatan: “Itu Gampang Diatur”

BIMA, 21 Agustus 2025 || Kawah NTB – Di tengah badai polemik rangkap jabatan yang menerpa Wakil Ketua II DPRD Bima, Murni Suciyanti, sebuah informasi baru yang mengejutkan terkuak ke permukaan, mengubah dugaan konflik kepentingan menjadi sebuah drama arogansi kekuasaan yang terang benderang. Terungkap bahwa sebelum resmi dilantik menjadi Ketua Tim Penggerak PKK (TP-PKK), Istri Bupati Bima tersebut sempat diperingatkan oleh beberapa pimpinan Dewan mengenai potensi pelanggaran hukum dan etika.

Namun, nasihat etis tersebut tampaknya dianggap angin lalu. Dengan sikap yang dinilai meremehkan, Murni Suciyanti dikabarkan hanya melontarkan kalimat singkat yang kini menjadi episentrum skandal ini: “Itu gampang diatur.”

Kalimat tersebut, yang awalnya mungkin terdengar seperti jawaban sambil lalu, kini menjelma menjadi “mantra sakti” yang memanifestasikan dirinya dalam bentuk lonjakan anggaran fantastis sebesar 200% untuk TP-PKK. Dari Rp 500 juta pada tahun sebelumnya, anggaran organisasi yang kini dipimpinnya itu meroket menjadi Rp 1,5 Miliar setelah ia memegang dua palu kekuasaan: legislasi dan eksekusi program.

Direktur LBH Peduli Rakyat Indonesia (LBH-PRI), Imam Muhajir, menyebut temuan ini sebagai puncak dari gunung es.

“Jika sebelumnya kita berbicara tentang konflik kepentingan, sekarang kita berbicara tentang niat yang terencana dan arogansi yang dilembagakan,” tegas Imam, Jumat (21/8/2025). “Kalimat ‘gampang diatur’ itu adalah sabda politik yang menjadi kunci pembuka brankas APBD. Ini bukan lagi kelalaian, ini adalah desain. Desain untuk menundukkan aturan demi kepentingan.”

“Gampang Diatur”: Dari Ucapan Menjadi Angka

Analisis LBH-PRI kini semakin tajam. Lonjakan anggaran Rp 1,5 Miliar bukan lagi sekadar dampak, melainkan eksekusi sempurna dari mantra “gampang diatur”. Murni Suciyanti, dalam sebuah manuver politik yang ciamik, telah membuktikan ucapannya sendiri.

Sebagai Ratu di Menara PKK: Ia merancang dan menyuarakan kebutuhan anggaran organisasinya.

Sebagai Benteng di Pucuk DPRD: Ia berada di posisi strategis untuk “mengatur” agar usulan tersebut mulus disetujui dalam pembahasan APBD.

“Mekanisme checks and balances telah dilumpuhkan secara sengaja,” ujar Muhaimin dari Tim Advokasi LBH-PRI. “Bagaimana mungkin dewan bisa mengawasi alokasi anggaran secara kritis jika salah satu pimpinannya adalah penerima manfaat langsung? Ini seperti wasit yang ikut bermain dan mencetak gol untuk timnya sendiri. Aturannya? Ah, itu kan ‘gampang diatur’.”

Satire pedas ini menjadi cerminan betapa publik melihat praktik ini sebagai sebuah lelucon terhadap tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Uang rakyat sebesar Rp 1,5 Miliar kini dipertanyakan, bukan lagi soal urgensi program, melainkan soal seberapa “mudah pengaturannya” bagi sang pemegang jabatan ganda.

Badan Kehormatan di Bawah Bayang-Bayang Mantra

Dengan terungkapnya informasi ini, tekanan kini berpindah ke Badan Kehormatan (BK) DPRD Kabupaten Bima. LBH-PRI mendesak BK untuk tidak lagi ragu dan segera memproses laporan pelanggaran berat ini.

“Apa lagi yang ditunggu? Bukti angka sudah ada. Bukti ucapan yang menunjukkan niat dan sikap meremehkan hukum kini sudah terungkap. Apakah Badan Kehormatan juga akan menganggap ini ‘gampang diatur’?” sindir Muhlis, anggota tim LBH-PRI lainnya.

Publik menanti apakah BK DPRD Bima memiliki keberanian untuk menegakkan marwah lembaga dan konstitusi, atau justru ikut terlarut dalam mantra sakti yang telah merobohkan sekat antara kepentingan pribadi dan kewajiban publik. Membiarkan preseden ini berlanjut sama artinya dengan mengumumkan kepada seluruh pejabat bahwa rangkap jabatan dan konflik kepentingan adalah hal yang sepele, karena pada akhirnya, semua “gampang diatur”.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *