BIMA, 2 September 2025 || Kawah NTB – Sidang paripurna DPRD Kabupaten Bima yang seharusnya menjadi simbol kehormatan dan intelektualitas politik, berubah menjadi panggung kekerasan dan arogansi. Nurdin, anggota DPRD dari Fraksi PKB, kembali menjadi sorotan tajam setelah diduga secara demonstratif merusak fasilitas negara dalam forum resmi kenegaraan.
Insiden yang terjadi pada 30 Juli 2025 bukan sekadar pelanggaran etika, melainkan bentuk nyata penghinaan terhadap institusi legislatif. Dalam kondisi penuh amarah, Nurdin menghancurkan inventaris kantor DPRD aset negara yang dibeli dari uang rakyat. Tindakan ini bukan hanya cacat moral, tapi juga berpotensi melanggar Pasal 406 KUHP tentang perusakan barang milik negara.
Tindakan Nurdin telah mencoreng marwah DPRD Bima. Ia bukan hanya merusak meja, tapi juga merusak kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif. Dalam forum tertinggi kenegaraan, tindakan seperti ini adalah bentuk pelecehan terhadap kehormatan institusi dan rakyat yang diwakilinya.
Sebagai partai pengusung, PKB kini berada dalam sorotan publik. Diamnya partai terhadap tindakan brutal ini dianggap sebagai bentuk pembiaran dan kompromi terhadap pelanggaran etika dan hukum. Jika PKB tidak segera mengambil langkah tegas, termasuk melakukan Penggantian Antar Waktu (PAW), maka partai tersebut akan kehilangan legitimasi moral untuk berbicara tentang integritas dan etika.
Penyidik Satreskrim Polres Bima Kota telah memeriksa saksi mata dan menjadwalkan pemanggilan pejabat DPRD serta Pemkab Bima sebagai saksi. Langkah ini menunjukkan bahwa proses hukum sedang berjalan, namun publik menuntut lebih dari sekadar prosedur. Mereka menuntut keberanian politik dari PKB untuk menyingkirkan oknum yang merusak citra partai dan lembaga.
“Rakyat Bima tidak memilih seorang preman untuk duduk di kursi legislatif,” tegas Wahidin Sabali, peneliti kebijakan publik. Pernyataan ini menggambarkan kemarahan publik yang semakin membuncah. Jika PKB terus melindungi Nurdin, maka mereka harus siap menghadapi gelombang penolakan dari masyarakat yang muak dengan politik kekerasan dan impunitas.


