Polres Bima Jangan Cuma Berani Sama Maling Ayam, Segera Seret 3 Koruptor 431 Juta Ke Sel Tahanan!

IMG 20251029 083026 400x225

BIMA, 29 Oktober 2025 || Kawah NTB – Penanganan kasus dugaan korupsi belanja makan dan minum RSUD Sondosia senilai Rp 431 juta kini resmi menjadi lelucon paling memuakkan dalam sejarah penegakan hukum di Bima. Memasuki akhir Oktober 2025, atau kurang lebih hampir dari lima tahun  penetapan status tiga orang tersangka utama mantan Direktur RS Sondosia Julian Averos, bendaharanya Mahfud, dan Kadarmansyah masih melenggang bebas, menghirup udara segar seolah tak pernah merampok uang rakyat.

Lambannya proses hukum yang dipertontonkan penyidik Polres Bima ini telah memicu kegeraman publik yang semakin tak terbendung. Kali ini, reaksi super keras datang dari Lembaga Bantuan Hukum Peduli Rakyat Indonesia (LBH-PRI) yang menilai Polres Bima telah bersikap mandul dan mencederai rasa keadilan masyarakat secara brutal.

Pembina LBH-PRI, Bung Igen, dengan tegas menyatakan bahwa secara yuridis, tidak ada satu pun alasan yang sah bagi Polres Bima untuk tidak segera melakukan penahanan.

“Ini adalah sebuah teater hukum yang memalukan. Secara hukum, bukti-bukti telah tercukupi. Kerugian negara sudah final berdasarkan audit Inspektorat. Status tersangka sudah jelas. Apa lagi yang ditunggu?” tegas Igen, Selasa (28/10).

Igen membeberkan, seluruh unsur untuk penahanan, baik syarat objektif (ancaman pidana di atas 5 tahun) maupun syarat subjektif (kekhawatiran melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi perbuatan) sebagaimana diatur dalam KUHAP, telah terpenuhi.

“Dalih kooperatif itu omong kosong dalam konteks ini. Pasal 2 dan 3 UU Tipikor itu delik serius. Membiarkan mereka bebas adalah preseden busuk! Polres Bima seolah sengaja memberi ruang bagi para tersangka untuk mengkonsolidasikan kekuatan atau bahkan menghilangkan jejak,” semburnya.

Pandangan yang lebih tajam disampaikan Koordinator Non Litigasi LBH-PRI, Bung Fajar. Ia menyoroti praktik diskriminasi hukum yang dipertontonkan Polres Bima secara telanjang di hadapan publik.

“Aparat kita begitu garang, begitu cepat menjebloskan pencuri ayam atau maling sandal ke penjara. Tapi kenapa ketika berhadapan dengan koruptor kerah putih yang jelas-jelas mencuri uang kesehatan rakyat ratusan juta rupiah, hukum mendadak lumpuh? Polres Bima ini tumpul ke atas, tapi sangat tajam ke bawah!” kecam Fajar.

Fajar menegaskan bahwa para tersangka ini adalah penjahat publik yang tidak layak diberi toleransi.

LBH-PRI secara resmi mendesak Kapolres Bima untuk tidak lagi bermain sandiwara hukum dengan dalih prosedural yang berbelit-belit.

“Kami mendesak Polres Bima segera terbitkan surat perintah penangkapan dan penahanan untuk ketiga tersangka itu! Seret mereka ke sel! Buktikan bahwa hukum masih berdaulat di Bima. Jika dalam waktu dekat tidak ada tindakan tegas, jangan salahkan rakyat jika menyimpulkan bahwa Polres Bima memang sengaja melindungi para bandit uang rakyat ini,” tutup Bung Igen.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top