Kemarin Bilang Data Jadi Abu Kini Klaim Aman: Kepala Inspektorat Mau Bodohi Publik?

Bima, 10 Agustus 2025 || Kanal Aspirasi dan Wacana Hukum (Kawah) NTB – Publik Kabupaten Bima kini disuguhi sebuah drama membingungkan yang disutradarai oleh Kepala Inspektorat, Agus Salim, pasca insiden terbakarnya kantor lembaga pengawas internal pemerintah tersebut pada Kamis, 7 Agustus 2025. Alih-alih memberikan ketenangan, Agus Salim justru melempar dua pernyataan yang saling bertolak belakang 180 derajat, melahirkan spekulasi liar dan mempertaruhkan kredibilitas institusi yang seharusnya menjadi benteng integritas.
Dua hari pasca kebakaran, panggung politik Bima dibuat gaduh oleh sebuah pertanyaan fundamental: Apakah seluruh data krusial, termasuk Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) kasus-kasus sensitif, benar-benar musnah dilalap api, ataukah data tersebut selamat dan kini menjadi “senjata” dalam sebuah permainan kekuasaan?
Babak Pertama: Narasi Kemusnahan Total
Sesaat setelah api berhasil dipadamkan pada Kamis (7/8/2025), Agus Salim dengan lugas dan meyakinkan melukiskan gambaran kehancuran total. Kepada media, ia menyatakan bahwa tidak ada satu pun berkas di kantornya yang bisa diselamatkan. Pernyataan ini, yang dikutip oleh media berita11.com, secara efektif menciptakan narasi bahwa seluruh arsip penting, LHP, dan dokumen hasil audit telah menjadi abu.
(Link:https://berita11.com/headline/2025/08/07/14640/kantor-inspektorat-kabupaten-bima-terbakar-ini-kronologinya/ )
Bagi sebagian pihak, pernyataan ini adalah sebuah proklamasi kehilangan yang wajar. Namun dalam kacamata politik, ini bisa diartikan sebagai pesan: “ancaman” telah berakhir, bukti-bukti telah musnah, dan semua pihak yang pernah tersangkut dalam pemeriksaan Inspektorat bisa bernapas lega. Narasi ini menutup buku, setidaknya untuk sementara.
Babak Kedua: Manuver “Semua Data Aman”
Hanya berselang dua hari, pada Sabtu (9/8/2025), Agus Salim secara mengejutkan membalikkan alur cerita. Melalui koranstabilitas.com, ia menegaskan dengan keyakinan yang sama bahwa “semua data yang disimpan dan dimiliki inspektorat masih aman semuanya.”
(Link:https://www.koranstabilitas.com/2025/08/agusalim-tegaskan-semua-data-di.html )
Pernyataan ini bukan sekadar koreksi, melainkan sebuah manuver catur politik yang cerdas sekaligus berbahaya. Agus Salim seolah sadar bahwa narasi kemusnahan total justru dapat melemahkan posisinya dan menghilangkan daya tawar (bargaining power) yang melekat pada jabatannya. Dengan mengklaim data masih aman, ia mengirimkan pesan tersirat yang jauh lebih kuat:
Kepada Pihak Terperiksa: Ia menegaskan bahwa kebakaran fisik tidak melenyapkan “hantu” digital. Ancaman pemeriksaan dan bukti pelanggaran masih ada. Secara spesifik, ia bahkan menyebut data hasil pemeriksaan Sekretaris Daerah (Sekda) terkait pengadaan kalender 2025, seolah menjadikan kasus ini sebagai contoh nyata dari “senjata” yang masih ia genggam.
Kepada Atasan (Bupati): Dengan menyebut data kasus Sekda telah diserahkan kepada Bupati, ia secara halus melempar bola panas. Ia memposisikan diri sebagai pelaksana tugas yang patuh, sementara nasib kelanjutan kasus tersebut kini sepenuhnya berada di tangan kepala daerah. Ini adalah cara elegan untuk mengamankan posisi sambil tetap menunjukkan kekuatan.
Kritik Tajam: Kebenaran yang Dipertanyakan dan Maksud Terselubung
Pernyataan plin-plan Agus Salim ini lebih dari sekadar inkonsistensi komunikasi; ini adalah sebuah pertunjukan ambigu yang secara sengaja dirancang untuk membuat semua pihak menebak-nebak. Pertanyaan kritis yang kini harus dijawab bukan lagi soal penyebab kebakaran, melainkan soal eksistensi data itu sendiri.
Apakah data itu benar-benar ada dalam bentuk cadangan (backup) digital yang aman, ataukah data itu sengaja “diada-adakan” kembali secara verbal untuk tujuan politik?
Jika data tersebut memang ada, mengapa ia berbohong pada pernyataan pertama? Apakah untuk memancing reaksi pihak-pihak tertentu? Sebaliknya, jika data itu sejatinya telah musnah bersama gedung yang terbakar, maka pernyataan keduanya adalah sebuah kebohongan publik yang sangat berani. Sebuah gertakan (bluffing) tingkat tinggi untuk mempertahankan relevansi dan pengaruh di tengah puing-puing kantornya.
Pada akhirnya, kebakaran Kantor Inspektorat telah menjadi dalih yang sempurna untuk sebuah drama politik. Agus Salim, sebagai aktor utama, telah berhasil mengubah musibah menjadi panggung. Publik tidak lagi hanya melihat asap kebakaran, tetapi juga tabir asap politik yang sengaja ia embuskan. Kini, bola tidak hanya di tangan aparat penegak hukum untuk menyelidiki api, tetapi juga di tangan publik dan akal sehat untuk menuntut transparansi atas kebenaran data yang sesungguhnya. Apakah data itu nyata, atau sekadar fatamorgana di tengah panasnya suhu politik Bima?
Exit mobile version