BIMA, 24 Agustus 2025 || Kawah NTB – Lupakan citra abdi negara. Di Sambina’e, Kecamatan Mpunda, Kepala BKPH Maria Donggo Masa, Ahyar, telah menanggalkan topengnya, menampakkan wujud aslinya: monster paling menakutkan bagi kelestarian hutan Bima. Dalih “tidak tahu” atas beroperasinya pabrik mafia Sonokeling di depan matanya bukan lagi sebuah kebohongan, melainkan deklarasi perang terhadap rakyat dan akal sehat. Dia adalah episentrum kejahatan ekologis yang terorganisir, dan diamnya Gubernur NTB adalah restu bagi monster ini untuk terus berpesta pora.
Ahyar bukan sekadar pejabat yang gagal; dia adalah sistem perusak itu sendiri. Wataknya adalah watak predator yang membiarkan mangsanya dicabik-cabik oleh komplotan lain, sementara ia duduk tenang di singgasana kekuasaannya, menikmati peran sebagai penjaga gerbang neraka bagi para penjarah kayu.
Ahyar Bukan Gagal, Dia Adalah Arsitek Kejahatan
Jangan tertipu dengan narasi inkompetensi. Mengatakan seorang Kepala BKPH “tidak tahu” ada pabrik ilegal raksasa di wilayahnya sama dengan mengatakan seorang kapten kapal “tidak tahu” kapalnya sedang tenggelam. Ini adalah penghinaan terhadap logika.
Jika Dia Tahu, Dia Adalah Otak Kejahatan: Kebisuan Ahyar adalah persetujuan aktif. Setiap detik pabrik itu beroperasi, setiap batang Sonokeling yang diolah, adalah berkat “restu diam” darinya. Dia tidak perlu memegang gergaji; kebijakannya yang membiarkan kejahatan terjadi sudah cukup untuk menjadikannya dalang utama. Dia adalah arsitek yang merancang kehancuran dengan cara tidak melakukan apa-apa, sebuah strategi busuk yang paling aman bagi seorang penjahat berseragam.
Watak Anti-Rakyat: Ketika hutan dirusak, yang menderita adalah rakyat kecil yang hidupnya bergantung pada ekosistem. Ahyar, dengan kebijakannya yang pro-mafia, secara langsung telah memiskinkan dan mengancam masa depan rakyat Bima. Wataknya adalah watak seorang tiran yang tidak peduli pada jeritan rakyat, selama kepentingan para cukong kayu aman di bawah lindungannya.
Monster Berseragam: Negara Menggaji Iblis untuk Menjaga Surga
Inilah tragedi terbesar: Ahyar digaji oleh uang pajak rakyat. Setiap rupiah yang masuk ke kantongnya adalah upah bagi pengkhianatan. Negara secara absurd telah membayar seekor iblis untuk menjaga pintu surga.
“Ini bukan lagi soal kelalaian, ini adalah pengkhianatan yang paling hina,” teriak seorang tokoh masyarakat yang menolak disebutkan namanya karena alasan keamanan. “Ahyar adalah pagar yang memakan tanaman. Dia adalah monster yang seharusnya kita takuti lebih dari para penebang liar itu sendiri, karena monster ini memegang stempel dan kekuasaan negara!”
Gubernur NTB di Titik Nadir: Pecat atau Dianggap Sekongkol!
Gubernur NTB tidak bisa lagi bersembunyi di balik alasan proses hukum yang lamban. Keberadaan Ahyar di kursinya adalah kanker stadium akhir bagi birokrasi. Publik tidak lagi meminta, tetapi menuntut:
PECAT DAN ISOLASI! Copot jabatan Ahyar sekarang juga! Jangan berikan dia posisi apapun di pemerintahan. Pejabat dengan watak perusak seperti ini adalah wabah yang harus diisolasi agar tidak menginfeksi pejabat lainnya. Mempertahankannya sama dengan menyatakan bahwa Pemprov NTB mentolerir kejahatan.
PERIKSA ALIRAN DANANYA! Logika sederhana mengatakan pembiaran masif seperti ini tidak mungkin gratis. Gubernur harus mendesak aparat penegak hukum untuk mengaudit kekayaan Ahyar dan melacak aliran dana dari para mafia kayu kepadanya atau keluarganya. Ikuti jejak uangnya, maka Anda akan menemukan inti dari kebusukan ini.
SINYAL PERANG TOTAL! Pemecatan Ahyar harus menjadi genderang perang yang ditabuh Gubernur melawan seluruh mafia sumber daya alam di NTB. Jadikan kepalanya sebagai simbol bahwa era “pejabat pelindung mafia” telah berakhir.
Waktu diplomasi telah habis. Hutan Sonokeling Bima terus menjerit, ditebang oleh gergaji para mafia yang dilindungi oleh kebisuan pejabatnya. Gubernur NTB kini berdiri di persimpangan sejarah: membasmi monster yang ia warisi, atau dicatat oleh sejarah sebagai pemimpin yang membiarkan iblis berseragam menghancurkan warisan alam NTB. Pilihan ada di tangan Anda, Gubernur. Rakyat dan hutan sedang menunggu.
