Kontroversi Soal Gaji 14.077 P3K Paruh Waktu: Tenang, Begini Solusi Cerdas Untuk Menggajinya

BIMA, 16 September 2025 || Kawah NTB – Pemerintah Kabupaten Bima kini dihadapkan pada sebuah bom waktu fiskal. Pengangkatan lebih dari 16.000 (enam belas ribu) PPPK (penuh waktu dan paruh waktu) adalah langkah populis yang patut dipuji, namun di baliknya menganga sebuah lubang anggaran raksasa yang mengancam kesehatan APBD. Ironisnya, di tengah jeritan kebutuhan dana untuk membayar gaji para abdi negara ini, terungkap adanya harta karun senilai puluhan miliar rupiah yang diduga ilegal, tersimpan dalam kantong 25 anggota DPRD baru melalui skema Pokir Siluman.

Publik kini disuguhi sebuah drama kontradiktif: pemerintah mengaku pusing mencari dana untuk gaji PPPK, sementara di lembaga legislatif, para wakil rakyat yang baru dilantik justru diduga tengah bersiap menikmati kue proyek haram yang tidak menjadi hak mereka. Pertanyaannya, mengapa solusi yang ada di depan mata seolah sengaja diabaikan?

Membongkar Harta Karun Pokir Siluman, Sebuah Kalkulasi Sederhana

Dari total 45 anggota DPRD Kabupaten Bima dengan alokasi Pokir keseluruhan mencapai Rp 60 Miliar, sumber masalahnya mengerucut pada 25 anggota dewan baru yang secara hukum belum pernah melaksanakan reses, sehingga tidak berhak mendapatkan Pokir. Namun, fakta di lapangan menunjukkan sebaliknya. Mari kita bedah secara sistematis alokasi Pokir Siluman ini.

Porsi Sang Arsitek (3 Pimpinan Dewan Baru): Ketua DPRD (Diah Citra Pravitasari), Wakil Ketua II (Murni Suciyati), dan Wakil Ketua III (Nasarudin), yang juga bagian dari 25 (dua puluh lima) anggota baru, masing-masing diduga menerima alokasi fantastis sebesar Rp 3 Miliar (tiga miliar Rupiah).

Total untuk 3 (tiga) pimpinan baru: 3 (tiga) orang x Rp 3.000.000.000 (tiga miliar Rupiah) = Rp 9.000.000.000 (sembilan miliar Rupiah)

Porsi Para Pengikut (22 Anggota Dewan Baru): Sebanyak 22 anggota dewan baru lainnya diduga menerima alokasi bervariasi antara Rp 700 juta rupiah hingga Rp 800 juta rupiah. Mari kita ambil angka rata-rata konservatif Rp 700 juta rupiah per anggota.

Total untuk 22 anggota baru: 22 orang x Rp 700.000.000 (tujuh ratus juta Rupiah) = Rp 15.400.000.000 (lima belas miliar empat ratus juta Rupiah)

Jika dijumlahkan, total nilai Pokir Siluman yang dialokasikan untuk 25 anggota dewan baru yang tidak berhak adalah sebesar Rp 24.400.000.000 (dua puluh empat miliar empat ratus juta Rupiah). Angka ini belum termasuk alokasi sah untuk 20 (dua puluh) anggota dewan lama, termasuk Wakil Ketua I, Erwin, yang juga mendapat Rp 3 Miliar (tiga miliar Rupiah) berdasarkan reses yang telah ia laksanakan.

Solusi Cerdas di Tengah Krisis, Alihkan Dana Haram untuk Gaji Pahlawan Tanpa Tanda Jasa

Di sisi lain, mari kita hitung kebutuhan riil untuk membayar gaji 14.077 (empat belas ribu tujuh puluh tujuh) PPPK paruh waktu, jika pemerintah memberikan honor yang layak, misalnya Rp 1 juta rupiah per bulan.

Kebutuhan Gaji per Bulan: 14.077 orang x Rp 1.000.000 (satu juta Rupiah) = Rp 14.077.000.000 (empat belas miliar tujuh puluh tujuh juta Rupiah)

Kebutuhan Gaji per Tahun: Rp 14.077.000.000 (empat belas miliar tujuh puluh tujuh juta Rupiah) x 12 bulan = Rp 168.924.000.000 (seratus enam puluh delapan miliar sembilan ratus dua puluh empat juta Rupiah)

Angka kebutuhan tahunan ini memang sangat besar. Namun, dana Pokir Siluman sebesar Rp 24,4 Miliar (dua puluh empat koma empat miliar Rupiah) yang kini terparkir ilegal di pos anggaran DPRD Kabupaten Bima bisa menjadi penyelamat. Dana tersebut lebih dari cukup untuk membayar gaji seluruh PPPK paruh waktu selama lebih dari satu setengah bulan, atau menjadi suntikan dana segar yang signifikan untuk menutupi defisit APBD.

Secara etika dan hukum, pilihannya sangat jelas. Dana yang berasal dari proses ilegal dan hanya akan menjadi bancakan proyek segelintir elite politik, jauh lebih mulia jika dialihkan untuk membayar keringat ribuan guru, tenaga kesehatan, dan tenaga administrasi yang menjadi tulang punggung pelayanan publik di Kabupaten Bima.

Pemerintah Kabupaten Bima dan para anggota dewan yang terhormat kini berada di persimpangan jalan moral. Apakah mereka akan tetap mempertahankan alokasi Rp 24,4 Miliar untuk proyek-proyek siluman demi memuaskan syahwat politik 25 anggota dewan baru? Ataukah mereka memiliki nurani untuk membatalkan kejahatan anggaran tersebut dan mengalihkannya demi kesejahteraan 14.077 PPPK yang nasibnya kini di ujung tanduk?

Masyarakat Kabupaten Bima sedang menonton. Keputusan ini akan menjadi bukti paling telanjang, apakah para pemimpin mereka (BUPATI-DPRD BIMA) adalah pelayan rakyat sejati atau sekadar perampok uang rakyat berkedok jabatan.

Exit mobile version