Apabila tindak pidana pembunuhan A qou Sahrul Ajwari seorang remaja dari Desa Soki yang dibunuh pada malam iduh Adha jam 00:30 dini hari tertanggal 6 Juni 2025, dilakukan dengan adanya perencanaan terlebih dahulu maka pasal yang harus dikenakan pada pelaku tersebut adalah pasal 340 KUHP dengan ancaman minimal 20 tahun penjara maksimal hukuman mati.
Jika pelaku yang terlibat dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Sahrul Ajwari ini lebih dari satu orang maka pasal 340 harus dipaketkan dengan pasal 55 ayat (1) ke-1 yaitu mereka yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan (penyertaan).
Apabila dalam tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Sahrul Ajwari ini, ada anak yang dibawah umur turut serta terlibat dalam kasus pembunuhan berencana tersebut maka berdasarkan aturan hukumnya bersifat Lex spesialis yaitu undang-undang nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak masih bisa dilakukan penahanan dan diproses secara hukum apabila telah memenuhi standar kumulatif sebagaimana yang ditentukan dalam pasal 32 ayat (2) yaitu anak tersebut minimal telah berumur 14 tahun dan ancaman hukumannya minimal 7 tahun penjara.
Tidak ada keraguan di dalamnya bahwa para pelaku sekalipun ada anak yang turut serta terlibat dalam kasus pembunuhan berencana ini telah berumur diatas 14 tahun. Maka anak tersebut berdasarkan kerangka Lex spesial UU nomor 11 tahun 2012 pasal 32 ayat (2) diatas dapat dilakukan penahanan dan diproses secara hukum karena telah memenuhi standar kumulatif yaitu ancaman hukuman atas para pelaku tersebut 20 tahun penjara dan umur para pelaku telah berada diatas 14 tahun. Jadi Polres Bima jangan menggunakan alasan kalau anak yang melakukan tindak pidana tidak bisa diproses secara hukum.
Selanjutnya jika hanya terdapat satu orang saksi a qou Rizki Ramadhani yang secara langsung melihat, mendengar atau mengalami terkait dengan peristiwa pembunuhan berencana atas Sahrul Ajwari tersebut maka berdasarkan kerangka hukum KUHAP pasal 1 butir 26 Jo pasal 1 butir 27 Jo pasal 185 ayat 3 bahwa saksi sebagai alat bukti adalah saksi yang melihat, mendengar atau mengalami secara langsung peristiwa pidana dan satu orang saksi pun akan terhitung sebagai alat bukti jika didukung dengan alat bukti yang lainnya. Adapun alat bukti yang lain selain dari keterangan saksi Rizki Ramadhani adalah berupa alat bukti surat visum et repertum atau keterangan ahli.
Berdasarkan kerangka hukum dari yurisprudensi Mahkamah Konstitusi dalam putusannya nomor 21 tahun 2014 yang dalam kaidah hukumnya Mahkamah Konstitusi berpendapat “Bahwa bukti permulaan untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka berdasarkan pada pasal 1 butir 14 KUHAP Jo bukti permulaan yang cukup untuk melakukan penangkapan berdasarkan pasal 17 KUHAP adalah bukti sebagaimana yang ditentukan dalam pasal 184 KUHAP dengan standar dua alat bukti sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 183 yang terdiri dari keterangan saksi dan keterangan ahli atau keterangan saksi dan surat atau keterangan ahli dan surat”.
Berdasarkan kerangka hukum diatas Pihak Polres Bima tidak punya alasan lain selain harus melakukan penetapan tersangka berdasarkan bukti permulaan dan penangkapan berdasarkan bukti permulaan yang cukup serta Penahanan berdasarkan dua alat bukti yang telah dikumpulkan selama dalam proses penyelidikan tersebut.
Para pelaku yang terlibat dalam kasus pembunuhan berencana ini harus segera diproses secara hukum jangan biarkan keadilan menjadi bantalan stempel diatas kertas kepolisian saja tapi harus diwujudkan dalam bentuk yang nyata untuk segera melakukan penangkapan terhadap para pelaku pembunuhan berencana ini.






































