BIMA, 8 September 2025 || Kawah NTB – Sebuah skandal serius terkait alokasi anggaran tengah mengguncang tatanan politik di Kabupaten Bima. Sebanyak 25 anggota DPRD yang baru dilantik periode 2024-2029 diduga kuat telah menerima alokasi Pokok-Pokok Pikiran (Pokir) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2025. Dugaan ini memicu polemik tajam karena alokasi tersebut dinilai ilegal dan menabrak seluruh prosedur hukum yang berlaku.
Menanggapi hal ini, Bung Igen Prakoso dari Lembaga Bantuan Hukum Peduli Rakyat Indonesia (LBH-PRI) angkat bicara secara tegas. Menurutnya, ini bukan sekadar kontroversi biasa, melainkan sebuah potensi pelanggaran hukum yang terstruktur.
Mari kita luruskan, ini bukan lagi soal salah prosedur, ini adalah pembajakan hakikat Pokir itu sendiri, tegas Bung Igen. Pokir adalah buah dari reses, ia adalah representasi suara rakyat yang dihimpun secara resmi. Tanpa melalui tahapan reses yang sah, maka setiap usulan yang dilabeli Pokir hanyalah proyek siluman yang mengatasnamakan rakyat.
Berdasarkan data yang dihimpun, dari total 45 anggota DPRD Kabupaten Bima, 25 diantaranya merupakan wajah baru yang baru dilantik pada September 2024. Sementara 20 lainnya adalah anggota petahana. Secara prosedural, anggota dewan baru mustahil memiliki Pokir yang sah untuk APBD 2025 karena mereka belum pernah melaksanakan reses sebagai dasar pengusulan program.
Ini yang membuat praktik ini sangat janggal, lanjut Bung Igen. Anggota dewan periode sekarang baru saja menyelesaikan reses mereka bulan lalu dan menyerahkan hasilnya sekitar seminggu yang lalu. Lantas, 25 anggota baru ini menggunakan hasil reses dari mana? Ini jelas menunjukkan adanya niat untuk mengakali aturan.
LBH-PRI menuding ada motif politis di balik dugaan alokasi ilegal ini. Bung Igen secara terbuka menyebut ini sebagai modus bagi-bagi proyek oleh Bupati Bima, Ady Mahyudi, untuk mengamankan kepentingan politiknya.
Sangat jelas terbaca, ini adalah modus bagi-bagi proyek oleh Bupati kepada anggota DPRD baru. Dalam APBD murni 2025, mereka sama sekali belum berhak mendapatkan Pokir, ungkapnya. Dugaan kuat kami, alokasi Pokir siluman ini adalah bentuk kompensasi atau uang diam agar para anggota dewan baru ini mendukung kebijakan-kebijakan eksekutif yang tidak populis, terutama terkait isu bongkar-bongkar APBD yang belakangan ini santer terdengar.
Kecurigaan publik semakin membesar setelah beredar informasi bahwa nilai Pokir yang diterima anggota baru setara dengan anggota lama yang telah melalui seluruh proses perencanaan secara sah. Bahkan, isu yang lebih fantastis menyebutkan tiga pimpinan DPRD yang baru masing-masing dikabarkan menerima jatah hingga tiga miliar rupiah.
Masyarakat Kabupaten Bima berhak marah dan menuntut klarifikasi penuh dari Bupati Bima sebagai pemegang kuasa anggaran dan juga pimpinan DPRD. Jika ini benar, ini adalah pengkhianatan terhadap kepercayaan publik dan berpotensi menjadi pintu masuk untuk korupsi berjamaah, tutup Bung Igen.






































