Membedah Strategi Catur Politik Yasin DPRD NTB untuk Menskakmat Sulaiman di Internal Gerindra

BIMA, 5 September 2025 || Kawah NTB – Laporan polisi yang dilayangkan Sulaiman MT SH terhadap Yasin S.Pd.i. atas dugaan penggelapan iuran partai sebesar Rp119 juta, jika dilihat dari permukaan, tampak seperti kasus kriminal biasa. Namun, dalam papan catur politik yang kejam, setiap langkah, terutama yang melibatkan uang dan loyalitas, jarang sekali sesederhana kelihatannya. Analisis mendalam mengindikasikan bahwa ini bukanlah sekadar urusan uang, melainkan sebuah dugaan manuver yang terstruktur untuk membunuh karakter dan melumpuhkan karier politik Sulaiman dari dalam.

Uang iuran partai, dalam permainan ini, bukanlah sekadar nominal. Ia adalah pion yang paling vital. Pion ini adalah simbol loyalitas, bukti fisik pengabdian seorang kader kepada Dewan Pimpinan Pusat (DPP). Dengan diduga menahan aliran dana ini selama lima tahun penuh, Yasin tidak hanya “mengantongi” uangnya, ia diduga kuat telah memutus jalur komunikasi dan bukti kesetiaan Sulaiman kepada jantung kekuasaan Partai Gerindra di Jakarta.

Langkah Pertama: Isolasi dan Penciptaan Citra Kader Pembangkang

Strategi yang diduga dimainkan Yasin adalah sebuah serangan senyap yang mematikan. Selama periode 2014-2019, saat Sulaiman dengan patuh menyetorkan iurannya, ia mengira sedang membangun reputasi sebagai kader yang solid. Namun di belakangnya, sebuah narasi negatif diduga sedang dibangun secara sistematis di hadapan DPP. Dengan tidak pernah sampainya setoran tersebut, citra yang terbentuk di tingkat pusat adalah bahwa Sulaiman merupakan kader yang abai, tidak disiplin, dan mungkin tidak loyal.

Ini adalah sebuah langkah catur yang cerdas sekaligus Yasin diduga tidak perlu menyerang Sulaiman secara terbuka. Ia hanya perlu menghilangkan bukti loyalitas Sulaiman. Akibatnya, selama lima tahun, Sulaiman tanpa sadar “bermain” dengan citra buruk di mata para petinggi partai. Setiap usahanya untuk membangun hubungan baik dengan DPP menjadi sia-sia, karena fondasi utamanya kewajiban administratif sebagai kader telah digerogoti.

Dampak Serangan: Karier Sulaiman di Titik Rawan

Hancurnya Kredibilitas di Mata DPP: Dampak paling merusak adalah runtuhnya kepercayaan. Dalam politik, persepsi adalah segalanya. DPP Partai Gerindra, yang hanya melihat data administratif, selama bertahun-tahun diduga telah mencap Sulaiman sebagai kader bermasalah. Memulihkan nama baik dari catatan buruk selama lima tahun adalah perjuangan yang luar biasa berat. Sulaiman kini dipaksa memulai dari nol untuk membuktikan loyalitas yang seharusnya tidak perlu dipertanyakan.

Terhambatnya Jenjang Karier Politik: Bagaimana seorang kader bisa dipertimbangkan untuk posisi strategis atau dicalonkan kembali di tingkat yang lebih tinggi jika rekam jejaknya menunjukkan “pembangkangan” administratif? Dugaan tindakan Yasin ini secara langsung telah menyabotase potensi kemajuan karier Sulaiman. Sementara Yasin berhasil melenggang ke kursi DPRD Provinsi, Sulaiman ditinggalkan dengan warisan citra negatif yang dapat menjadi penghalang permanen.

Memperumit Hubungan Internal: Kasus ini memaksa Sulaiman berada dalam posisi defensif. Alih-alih fokus pada kerja-kerja politik dan konsolidasi, energinya kini terkuras untuk membersihkan namanya sendiri. Ia harus menjelaskan kepada setiap elite partai, dari tingkat DPC hingga DPP, sebuah masalah yang seharusnya tidak pernah ada. Ini menciptakan friksi dan menempatkannya sebagai sumber “keributan” di internal partai, sebuah posisi yang sangat tidak menguntungkan.

Laporan polisi ini, pada akhirnya, bukan lagi sekadar upaya mencari keadilan finansial. Ini adalah langkah balasan Sulaiman di papan catur politik sebuah upaya putus asa untuk membongkar dugaan pengkhianatan yang telah merusak fondasi karier politiknya. Publik kini menanti, apakah Partai Gerindra akan turun tangan untuk menyelesaikan permainan internal yang merusak ini, atau membiarkan kadernya saling memakan demi kekuasaan. Sebab, yang dipertaruhkan di sini jauh lebih besar dari Rp119 juta; ini adalah tentang kehormatan, loyalitas, dan masa depan politik seorang kader yang diduga telah dikhianati oleh rekan seperjuangannya sendiri.

Exit mobile version