Tiga Pimpinan DPRD Bima Diduga Jadi Jenderal Lapangan Dalam Skandal Pokir Siluman 


BIMA, 10 September 2025 || Kawah NTB – Bola panas skandal Pokir Siluman di Kabupaten Bima kini bergulir ke titik paling krusial, peran sentral tiga pimpinan DPRD. Jika sebelumnya Bupati Bima dituding sebagai arsitek utama, kini sorotan publik dan para aktivis menyorot tajam tiga pucuk pimpinan dewan yang diduga bukan hanya sekadar pengikut, melainkan Jenderal Lapangan yang mengeksekusi dan menjadi benefisiari utama dari pembajakan APBD 2025.

Baca juga: https://kawahntb.com/bupati-diduga-sukseskan-proyek-pokir-siluman-dari-25-anggota-dewan-baru-demi-kuasai-dprd-bima/ Bupati Diduga Sukseskan Proyek Pokir Siluman Dari 25 Anggota Dewan Baru, Demi Kuasai DPRD Bima

Informasi yang beredar di kalangan internal pemerintahan dan aktivis menyebut angka yang fantastis. Tiga pimpinan DPRD yang baru dikabarkan masing-masing menerima alokasi proyek senilai Rp 3 Miliar. Angka ini jauh melampaui alokasi untuk anggota biasa dan memicu kecurigaan bahwa ini bukanlah Pokir, melainkan sebuah fee atas peran mereka dalam meloloskan konspirasi anggaran ini.

Bung Igen Prakoso dari Lembaga Bantuan Hukum Peduli Rakyat Indonesia (LBH-PRI) menyatakan bahwa fokus pada tiga pimpinan ini adalah kunci untuk membongkar kebusukan skandal ini hingga ke akarnya.

Lupakan sejenak 25 anggota baru yang hanya menjadi bidak. Mari kita bicara tentang para Jenderalnya. Tiga pimpinan DPRD adalah benteng terakhir penjaga marwah lembaga dan uang rakyat. Ketika benteng itu sendiri yang membuka gerbang untuk para perampok, maka ini bukan lagi kelalaian, ini adalah pengkhianatan terencana, ujar Bung Igen dengan nada tinggi.

Dari Penjaga Amanah Menjadi Panglima Pembajakan

Secara konstitusional, pimpinan DPRD memegang peran sakral. Mereka adalah dirigen yang memimpin orkestra pengawasan, ketua Badan Anggaran (Banggar) yang menjadi filter terakhir setiap rupiah yang akan dibelanjakan, dan simbol kehormatan lembaga legislatif. Namun, dalam skandal ini, mereka dituding telah membalik total peran tersebut.

Jika Bupati adalah Raja yang merancang strategi di balik layar, maka tiga pimpinan ini adalah Ratu dan Benteng yang bergerak bebas di papan catur, mengeksekusi pembajakan itu secara langsung, analisis Bung Igen. Mereka yang seharusnya memimpin rapat untuk menolak usulan ilegal, justru diduga memimpin orkestrasi untuk mengesahkannya secara kilat.

Logika Busuk di Balik Angka Rp 3 Miliar

Publik kini mempertanyakan, atas dasar aspirasi masyarakat mana angka Rp 3 Miliar per pimpinan itu muncul? Pokir yang sah lahir dari risalah reses yang terukur dan terdokumentasi. Angka fantastis dan seragam untuk tiga pimpinan ini, menurut Bung Igen, adalah bukti paling telanjang dari sebuah transaksi politik.

Baca juga: https://kawahntb.com/pembajakan-apbd-2025-bupati-dan-pimpinan-dprd-bima-diduga-otaki-skandal-pokir-siluman-untuk-25-anggota-baru/

Angka Rp 3 Miliar ini bukanlah angka aspirasi, ini adalah angka konspirasi. Ini adalah harga yang harus dibayar untuk membeli marwah lembaga DPRD, tegasnya. Ini adalah upah atas kerja keras mereka memastikan seluruh proses pembajakan berjalan mulus, mulai dari melumpuhkan nalar kritis di Badan Anggaran hingga mengamankan suara saat rapat paripurna.

Tiga Langkah Pengkhianatan Pimpinan Dewan

Bung Igen membedah catur politik busuk yang diduga dimainkan oleh pimpinan DPRD Bima dalam tiga langkah mematikan:

Langkah Pertama: Melumpuhkan Fungsi Badan Anggaran (Banggar). Sebagai pimpinan ex-officio di Banggar, mereka memiliki kekuasaan penuh untuk mencoret atau menolak setiap usulan yang tidak memiliki dasar hukum. Alih-alih melakukan itu, mereka diduga justru menggunakan palu kekuasaan mereka untuk memasukkan dan mengamankan alokasi Pokir Siluman bagi diri mereka sendiri dan 25 anggota baru.

Langkah Kedua: Mengkooptasi Fraksi dan Komisi. Dengan posisi strategis mereka, para pimpinan ini memiliki pengaruh besar terhadap ketua-ketua fraksi dan komisi. Diduga kuat, mereka melakukan lobi intensif untuk meredam suara-suara kritis dan memastikan seluruh mesin legislatif berjalan sesuai skenario eksekutif. Setiap potensi perdebatan sengaja dimatikan sebelum dimulai.

Langkah Ketiga: Menjadi Broker dan Penjamin Proyek. Peran terakhir mereka adalah sebagai broker sekaligus penjamin bagi 25 anggota baru. Mereka diduga meyakinkan para anggota baru bahwa alokasi ini aman dan akan lolos, sekaligus menjadi jembatan penghubung utama antara kepentingan Bupati dengan para legislator anyar tersebut.

Ini adalah pengkhianatan berlapis, pungkas Bung Igen. Mereka tidak hanya mengkhianati sumpah jabatan mereka, tetapi juga mengkhianati kepercayaan kolega mereka di dewan dan, yang paling fatal, mengkhianati seluruh rakyat Kabupaten Bima yang menitipkan nasibnya pada mereka.

LBH-PRI mendesak aparat penegak hukum untuk tidak ragu memanggil dan memeriksa secara intensif ketiga pimpinan DPRD Kabupaten Bima sebagai saksi kunci, atau bahkan calon tersangka utama, dalam dugaan persekongkolan jahat untuk merampok uang rakyat melalui APBD 2025.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *